Rabu, 06 Januari 2016

SEJARAH BANTEN LAMA

SEJARAH BANTEN LAMA

MATAHARI sudah condong jauh ke barat, tetapi udara panas nan terik masih meruap di kawasan Pelabuhan Karangantu, Banten Lama, Provinsi Banten. Walau demikian, hal itu tak menghentikan kesibukan para nelayan menyiapkan jaring dan pancing. Sebagian lagi memanfaatkan waktu untuk beristirahat, menyandarkan badan di dinding perahu beratap terpal, menunggu datangnya malam. 

Pelabuhan Karangantu ini ternyata punya sepenggal cerita sejarah yang membanggakan. Selain karena tak ada lagi jejak peninggalan yang bisa dilihat langsung, pelabuhan itu kini benar-benar berubah jadi perkampungan nelayan kumuh. Sampah berserakan di jalan-jalan dan lumpur sungai yang sudah lama dikeruk, menumpuk di tepi dermaga.

Di museum ini, tersimpan rapi beberapa benda seperti guci dan porselen dari China, Jepang, dan Belanda. Pengamat sejarah Banten, Lukman Hakim, mengatakan, Banten berkembang pesat jadi kota pelabuhan dan kota perdagangan pada era Sultan Maulana Hasanudin. 

Pada era kepemimpinannya, pusat pemerintahan dipindahkan dari bagian hulu ke hilir Sungai Cibanten dengan maksud memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda. Rupanya Banten pada masa itu sudah pandai membaca situasi politik dan perdagangan di Asia Tenggara.

Saat itu, pedagang dari mancanegara risau karena Malaka jatuh ke tangan Portugis. Karena pedagang Muslim yang tengah bermusuhan dengan Portugis enggan berhubungan dagang dengan Malaka, maka para pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat, mengalihkan jalur perdagangan ke Selat Sunda. Mereka singgah di Karangantu.

Sejak itu, pengaruh kesultanan Banten mulai pudar. Banten Lama semakin ditinggalkan setelah pusat pemerintahan dipindah ke Serang. Pelabuhan Karangantu tak lagi dilirik karena kondisi lingkungan akibat pengendapan lumpur tak memungkinkan kapal singgah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar