Kamis, 07 Januari 2016

Proposal Seminar Problematika di SD

"Meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1"


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya. Banyak orang yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit. Meskipun demikian semua orang harus mempelajarinya karena matematika merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Seperti halnya belajar bahasa, apabila dalam belajar matematika terdapat suatu masalah maka harus diatasi sesegera mungkin sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam belajar matematika dan dapat memajukan pendidikan di Indonesia.
Pembelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di Sekolah Dasar. Disamping mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dimana alokasi waktunya cukup banyak. Menurut Ruseffendi (Eko Ambar S, 2010:1) matematika sebagai alat bantu dan pelayanan ilmu yang tidak hanya untuk Matematika itu sendiri melainkan juga ilmu-ilmu lainnya. Matematika merupakan ilmu yang mendasari semua mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar, sehingga diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini. Melihat begitu pentingnya matematika, maka kemampuan dalam memecahkan suatu masalah yang sangat kompleks yang berhubungan dengan peserta didik.
Matematika sering kali hanya dipahami sebagai rumus-rumus yang sulit sehingga banyak siswa yang kurang menyukainya. Bagi siswa pelajaran Matematika dianggap pelajaran yang paling sulit, menakutkan, menjemukkan dan sangat tidak menyenangkan, sehingga hasil prestasi matematika sangat kurang, belum sesuai dengan harapan baik harapan guru, orangtua maupun siswa sendiri. Dwi Sunar Prasetyono (2009:11) mengatakan bahwa “banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika itu sulit. “Matematika tidaklah sulit, tetapi mengapa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang paling tidak disukai oleh anak-anak. Menurut Herman, S.P.d dalam buku berjudul Model Pembelajaran Matematika mengatakan bahwa “dalam matematika setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa sehingga akan melekat pada pola pikir dan pola tindakannya”. Sebenarnya apabila kalian bisa mengetahui cara belajar matematika yang tepat, kalian pasti akan mengatakan bahwa matematika tidaklah sulit, tetapi mudah dan menyenangkan.
Salah satu cara untuk mencapai hasil belajar yang maksimal yaitu dengan menggunakan model-model pembelajaran yang menarik bagi siswa, serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologi peserta didik. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa (Johnson, 007 : 57). Pemahaman konsep perkalian dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media diantaranya dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar lingkungan siswa seperti batu kerikil, kelereng, biji-bijian, manik-manik, sedotan ataupun alat peraga lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan mentar peserta didik di sekolah.
Berdasarkan pengamatan dilapangan dalam proses pembelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1, salah satu pokok bahasan yang dianggap sulit dalam matematika adalah perkalian. Perkalian merupakan kompetensi dasar baru bagi peserta didik di kelas III semester I. Sebelum menjelaskan perkalian perlu kita tanamkan dulu kepada peserta didik bahwa perkalian adalah penjumlahan secara berulang-ulang.  Kemampuan dasar menghitung perkalian yang harus dikuasai siswa terlebih dahulu adalah 5-10, karena penguasaan materi ini merupakan bekal persyaratan untuk mempelajari materi tentang berhitung selanjutnya. Maka dari itu peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut, peneliti akan menggunakan model kontekstual dalam proses pembelajaran karena peneliti merasa model pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sesuai dengan problematika yang terjadi di lapangan untuk peserta didik akan memudahkan serta membuat siswa menjadi lebih paham dalam proses pembelajaran perkalian.

B.  Fokus Kajian
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latarbelakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1” melalui :
1.   Model                : Kontekstual
2.   Media                : Pohon Perkalian
3.   Model flash       : Fun quiz
4.   LKS                   : LEKAS (Lembar Kerja Anak Shaleh)
5.   Modul                : Telettubies membawa semangat

C.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1)   Mengetahui apakah dengan menggunakan model Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1.
2)   Mengetahui apakah dengan menggunakan media pohon perkalian dapat menstimulus siswa untuk mempelajari konsep perkalian di kelas III SDN Karaton 1.
3)   Mengetahui apakah dengan model flash fun quiz, modul Belajar Bersama Teletubbies dan LKS (LEKAS) dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1.



BAB II
KAJIAN TEORITIK
A.  Model Pembelajaran
1)   Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Toeti & Sukamto dalam Anton (2006 : 144) model dapat diartikan sebagai “kerangka konseptual, benda tiruan, atau barang”. Sedangkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang, pembelajar, dan para pengajar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. 

2)   Model yang digunakan
Model yang di gunakan peneliti dalam melakukan kegiatan ini adalah model pembelajaran Kontekstual. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Education the National School-to- work office yang dikutip oleh Blanchard, 2001). Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (University of Washington, 2001). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya (Blanchard, 2001).
Pengajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja (University of Washington, 2001).
Dengan problematika yang peneliti temukan di SDN Karaton 1 khususnya dikelas III, model pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sesuai dengan problematika yang terjadi di lapangan. Dari paparan diatas maka model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dan sangat membantu siswa dalam penanaman konsep perkalian dengan mudah dan menyenangkan karena dekat dengan situasi dan kondisi nyata siswa dan pada akhirnya siswa dapat membuat hubungan pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga konsep dapat dikuasai anak secara mendalam dan menyeluruh.

Syntak Pembelajaran Kontekstual
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Menurut Rusman (2012:199) mengatakan bahwa pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:
a.    Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
b.   Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
c.    Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan-memunculkan pertanyaan.
d.   Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan sebagainya.
e.    Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media sebenarnya.
f.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
g.   Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus tercermin penerapan dari tujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar mengajar di kelas.
Telah didefinisikan enam unsur kunci CTL seperti berikut ini (University of Washington, 2001)
1)     Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
2)  Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi pada masa sekarang dan akan datang.
3)     Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
4)       Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar.
5)  Responsif terhadap budaya: pendidi harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat ereka mendidik.
6)  Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.
Center Of Occupational Research and Development (CORD) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yaitu :
1)       Relating : belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2)    Experiencing : belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).
3)      Applying : belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
4)    Cooperating : belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama dan sebagainya.
5)       Transfering : belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.

·        Kelebihan model pembelajaran Kontekstual, yaitu :
1.   Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil.
2.   Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
3.  Pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
4. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.

·        Kelemahan dari model pembelajaran kontekstual, yaitu :
1.   Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual berlangsung.
2.  Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif.
3.   Guru harus lebih intensif dalam membimbing

B.  Hakikat Pembelajaran Matematika
1)  Pengertian Pembelajaran
Dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 aya1 20 disebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan berlajar”. Menurut Oemar Hamalik (2003 : 57) “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan”. Sedangkan Gagne mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar sehingga situasi tersebut merupakan peristiwa belajar yaitu usaha untuk terjadinya tingkah laku dari siswa”. Perubahan tersebut terjadi karena adanya interaksi antara siswa dan lingkungannya. Adapun Mulyasa (2005:100) mengatakan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Berdasarkan beberapa definisi tentang pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses kegiatan mengatur lingkungan agar terjadi interaksi positif dan aktif antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik dengan pengoptimalkan faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang ada di lingkungan belajar siswa.
2)   Pengertian Matematika
Mata pelajaran matematika adalah kumpulan bahan kajian dan pelajaran tentang bentuk, susunan, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya, sehingga dapat meningkatkan ketajaman penalaran siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta lebih mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin dan menghargai kegunaan Matematika.
Di bawah ini dikemukakan pendapat tentang matematika. James dalam kamus Matematikanya (1976) dalam Ruseffendi (1992:27) menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah banyaknya terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Sedangkan menurut Johnson dan Myklobust di dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 252) menyebutkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan ruang sedangkan fungsi teoritisnya adalah memudahkan berfikir. Dari pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas, berarti Matematika adalah salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan bahasa simbolis dan universal yang memungkinkan manusia berfikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas dengan menggunakan cara bernalar deduktif dan induktif. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang berguna untuk memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memudahkan manusia berfikir dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan perkalian.

C.  Media
a.           Pengertian Media
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Henich: 2002). Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Daryanto:2010).
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media. Media yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1 peneliti menggunakan media Pohon Perkalian. Media Pohon Perkalian tergolong sebagai media nonproyeksi yang berupa model, karena pada media pembelajaran pohon perkalian memiliki ruangan berupa gelas Aqua yang diistilahkan sebagai buah dari pohon. Media pembelajaran ini dapat digambarkan berupa pohon-pohonan yang rimbun. Pohon-pohonan itu memiliki buah yang didalamnya terdapat isi dari buah tersebut. Pohon-pohonan itu dapat berupa lukisan pohon yang rimbun pada papan sterofom berukuran 1m x 1m dan sudah diwarnai seperti pohon. Buah dari pohon tersebut dapat berupa gelas minuman yang sudah bekas. Isi dari buah dapat berupa kelereng. Adapun alat dan bahan, cara pembuatan, cara penggunaan, kelebihan dan kelemahan pada media ini yaitu :
1.   Alat dan Bahan
a)       Alat :
·  Spidol
·  Doubletip
·  Origami
b)      Bahan :
·  Aqua gelas (bekas)
·  Papan sterofom
·  Kelereng
·  Karton
2.   Cara pembuatan :
1.        Siapkan alat dan Bahan
2.        Siapkan telebih dahulu karton untuk melukis gambar pohon.
3.       Setelah itu warnai sesuai gambar dan tempelkan pada papan sterofom.
4.        Kemudian siapkan aqua gelas yang sudah bekas.
5.       Potong origami sesuai dengan bentuk buah pada aqua gelas dan tempelkan pada bagian luar aqua gelas.
6.        Media siap untuk digunakan
3.   Cara penggunaan :
Cara menggunakan media pohon perkalian tersebut adalah, misalnya dalam mengerjakan soal berikut:
1.        3 x 6 = ...
Siswa memasukkan 6 buah kelereng ke dalam 3 gelas minuman yang sudah bekas.
2.        7 x 2 = ...
Siswa memasukkan 2 buah kelereng ke dalam 7 gelas minuman yang sudah bekas.
4.   Kelebihan
-          Menarik untuk dilihat
-          Mudah di aplikasikan oleh peserta didik
-          Pembelajaran lebih aktif
-          Bahan-bahan mudah di dapat
5.   Kelemahan
-          Tidak dapat bertahan lama (mudah rusak)
-          Ukuran media tidak terlalu besar sehingga siswa akan merasa kesulitan untuk melihat jika salah satu dari temannya diminta untuk memasuki kelereng ke dalam buah tsb.

b.        Flash
Media flash (adobe flash) merupakan sebuah program yang didesain khusus oleh adobe dan program aplikasi standar authoring tool professional yang digunakan untuk membuat animasi dan bitmap yang sangat menarik dan bersifat dinamis. Dalam adobe flash ini, peneliti membuat fun quiz. Adapun kelebihan dan kelemahan fun quiz yang dibuat menggunakan flash ini yaitu:
1.       Kelebihan
-      Menarik untuk di lihat
-      Dapat menjangkau seluruh peserta didik, karena menggunakan alat proyektor yang besar
-      Pembelajaran lebih aktif dengan diadakannya fun quiz

2.       Kelemahan
-            Rumit dalam pembuatannya
-      Bila sarana prasarana tidak memadai maka flash tidak bisa digunakan. Karena harus menggunakan proyektor.

D.  Modul
Modul adalah alat atau sarana pmbelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, latihan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri.
Modul adalah alat pembelajaran yang disusun sesuai dengan kebutuhan belajar pada mata kuliah tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu, sebuah kompetensi atau subkompetensi yang di kemas dalam satu modul secara utuh mampu membelajarkan diri sendiri atau digunakan untuk belajar secara mandiri. Penggunaan modul tidak bergantung pada media lain, memberikan mahasiswa untuk berlatih dan memberikan rangkuman, memberi kesempatan memberikan tes sendiri, dan mengakomodasi kesulitan mahasiswa dengan memberikan tindak lanjut dan umpan balik.
Dengan demikian modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau cetak yang tersusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang sajikan dalam modul tersebut.
Modul memiliki sifat membantu dan mendorong pembacanya untuk mampu membelajarkan diri sendiri dan tidak bergantung pada media lain dalam penggunaanya. Salah satu tujuan penyusunan modul adalah menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurukulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan dengan karakteristik materi ajar dan karakteristik siswa, serta latar belakang lingkungan sosialnya.
Modul memiliki berbagai manfaat, baik ditinjau dari kepentingan siswa maupun dari kepentingan guru. Bagi siswa, modul bermanfaat antara lain:
a.    Siswa memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri.
b.    Belajar mandiri lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luar jam pembelajaran.
c.    Berkesempatan mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
d.    Berkesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan latiahan yang disajikan dalam modul.
e.    Mampu membelajarkan diri sendiri.
f.     Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya.
Bagi guru, penyusunan modul bermanfaat karena:
a.    Mengurangi kebergantungan terhadap ketersediaan buku teks.
b.   Memperluas wawasan karena disusun dengan mengguanakan berbagai referensi.
c.    Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis bahan ajar.
d.   Membangun komunikasi yang efektik antara dirinya dan siswa karena pembelajaran tidak harus berjalan tatap muka.
e.    Menembah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan modul teletubbies membawa semangat. Dalam modul tersebut berisi tentang cerita mengenai proses pembelajaran matematika.

E.  LKS
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran. Secara umum, LKS meupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan. Rencana Pembelajaran (RP). Lembar Kerja Siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal. LKS sangat baik dipakai untuk meningkatkan ketertiban siswa dalam belajar, baik dipergunakan dalam strategi heuristi maupun strategi ekspositorik. Dalam strategi heuristik, LKS dipakai dalam penetapan metode terbimbing, sedangkan strategi ekspositorik, LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan.
LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan konsep baru) atau pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep) karena LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap pemahaman konsep, LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari, yaitu penanaman konsep (Lestari, 2006:19).
LKS yang digunakan siswa harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan siswa dengan baik dan dapat memotivasi belajar siswa.
Menurut Pandoyo, keebihan dari penggunaan LKS adalah :
a)                                                                 Meningkatkan aktivitas belajar
b)                                                                Mendorong siswa mampu bekerja sendiri
c)                                                                 Membimbing siswa secara baik ke arah pengembangan konsep
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan LKS (LEKAS) “Lembar Kerja Siswa Anak Shaleh” yang didalamnya terdapat soal-soal mengenai penjumlahan berulang atau perkalian.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.  Metode Penelitian
Metode penelitian adalah kegiatan sistematis terencana yang dilakukan penulis guna untuk memecahkan suatu permasalahan. Jenis metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif berupa penulisan, penelitian untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena mengenai meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain. Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan hal yang cukup penting, mendeskripsikan fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka.
Surakhmad (1996:140) mengemukakan bahwa metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a)   Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang pada masalah-masalah aktual.
b)   Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, karena itu metode ini sering disebut pula metode analitik.

B.  Pengolahan Data
  Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan data-data lapangan sesuai  dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok,  diadakan kategorisasi,  dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian.
Pada prinsipnya pengolahan data (analisis) ada dua cara, hal ini tergantung dari datanya apakah data tersebut berupa data Analisis Non Statistik atau data Analisis Statistik.
Dalam penelitian kali ini diperuntukkan metodologi penelitian deskriptif sehingga pengolahan data yang digunakan adalah prinsip data analisis statistik. Analisis statistik berangkat dari kuantitatif.
Statistik deskriptif dipergunakan jika tujuan penelitian untuk penjajagan atau pendahuluan, tidak menarik kesimpulan hanya memberikan gambaran/deskripsi tentang data yang ada.
Selain itu, (dalam Hasan, 2002) juga dijelaskan bahwa Pengolahan data meliputi kegiatan, sebagai berikut.
1.   Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Pada kesempatan ini, kekurangan data atau kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan pengumpulan data ulang atau pun dengan interpolasi (penyisipan). Hal-hal yang perlu diedit pada data  masuk adalah sebagai berikut.
a.    Dipenuhi tidaknya instruksi samplin.
b.   Dapat dibaca atau tidaknya data yang masuk
c.    Kelengkapan pengisian
d.   Keserasian (consistency)
e.    Apakah isi jawaban dapat dipahami
2.   Coding
Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka atau huruf-huruff yang memberikan petunjuk, atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis. Contoh kode pendidikan, kode daerah (kabupaten, kecamatan, dan desa).
3.   Tabulasi
Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberikan kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Untuk melakukan tabulasi ini dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel ini dapat berbentuk.
a.      Tabel pemindahan
Tabel pemindahan disebut juga lembaran kode, yaitu tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan.
b.     Tabel biasa
Tabel biasa adalah tabel yang disusun berdasarkan sifat responden tertenyu dan tujuan tertentu.
c.      Tabel analisis
Tabel analisis adalah tabel yang memuat suatu jenis iinformasi yang telah dianalisi. Tabel ini hanya memmuat satu jenis informasi. Contohnya, tabel satu arah atau tabel tunggal, dan tabel silang.

Pada penelitian ini pengolahan data yang digunakan oleh peneliti adalah pengolahan data analisis statistik deskriptif, karena penelitian tidak akan menarik kesimpulan dari data fenomena di SDN Karaton 1. Pada proses penelitian, peneliti akan mengumpulkan data dari problematika yang dihadapi pada mata pelajaran Matematika di kelas III SDN Karaton 1 melalui data Pre-test dan data Post-test. Setelah melakukan pengumpulan data dari hasil pre-test dan post-test, data yang terkumpul lalu diolah, cara mengolah dari data tersebut menggunakan perbandingan atau selisih dari jumlah rata-rata pada hasil pre-test dan post-test.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.  Kondisi Sekolah
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Karaton 1 yang beralamat di Jalan Pendidikan No. 38, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang. Tepatnya di samping SMA NEGERI 6 Pandeglang. Sekolah ini dikepalai oleh Kepala Sekolah H. Nurhidayat, S.Pd dan terdiri dari 18 orang guru yang termasuk didalamnya guru kelas, guru bidang studi khusus (Bahasa inggris, Bahasa Sunda, Penjaskes, serta Pendidikan Agama), guru pengganti, guru laboratorium dan staf tata usaha. Sekolah ini terdiri dari 12 kelas dengan 6 tingkat kelas dan tiap tingkatan kelas terdiri dari 2 kelas yaitu kelas A dan B. Setiap rombel kelas berisikan 20-25 siswa.
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di SDN Karaton 1 ini cukup untuk mendukung proses pembelajaran, fasilitas tersebut antara lain terdapat 12 ruang kelas, namun sebagian ruangan sedang direnovasi, 1 ruang guru dan 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang BK, mushola, dapur, wc guru dan wc siswa, kantin dan lapangan upacara. Tiap meja berisikan 2 orang siswa. Setiap kelas memiliki fasilitas yang cukup seperti papan tulis beserta alat tulisnya, buku paket penunjang pembelajaran, meja guru, lemari, alat kebersihan, serta poster-poster penunjang pembelajaran.
Keadaan lingkungan SDN Karaton 1 ini termasuk indah dan cukup bersih karena di setiap sudut ruangan terdapat tempat sampah termasuk di setiap ruangan kelas sehingga siswa bisa membuang sampah pada tempatnya, dan tidak mengotori kelas.

B.  Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Karaton 1 pada tanggal 7 Desember 2015 pada pukul 07.30-09.00 WIB. Penelitian ini dilakukan di kelas 3A dengan Wali kelas Ibu Neni Haerani, S,Pd pada mata pelajaran Matematika dengan materi perkalian. Sebelum melakukan penelitian di SD Negeri Karaton 1, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang. Peneliti melakukan observasi terlebih dahulu sebagai langkah pra survey terhadap pembelajaran Matematika. Dari hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di kelas 3A SD Negeri Karaton 1 diperoleh gambaran tentang permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Neni selaku guru kelas III SDN Karaton 1 didapat informasi bahwa kemampuan berhitung siswa kelas III pada materi perkalian masih kurang. Hal ini terlihat dari nilai tes berhitung yang diberikan guru secara spontan pada awal pembelajaran dan hasil tes siswa masih kurang baik. Tentu hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dalam proses pembelajaran di kelas. Maka dari itu, peneliti melakukan observasi langsung dengan melihat kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Catatan yang dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih menggunakan metode ceramah dan kurang melibatkan siswa menjadi aktif. Selain itu, penggunaan media pembelajaran juga belum terlihat. Guru menyampaikan materi pelajaran dari awal sampai akhir hanya bersifat verbalistik. Oleh karena itu, banyak siswa yang kurang tertarik dengan pembelajaran dan lebih asyik bermain sendiri dengan temannya.
Peneliti melakukan Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) yang dibantu dengan menggunakan media pohon perkalian, modul telettubies membawa semangat serta LKS LEKAS sebagai penunjang pembelajaran dalam upaya memberikan solusi terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

1.     Pembukaan
Pada saat itu pukul sudah menunjukkan waktu memulai pembelajaran. Namun, wali kelas dikelas 3A belum juga datang. Kemudian saya dipersilahkan untuk mengajar oleh guru lain yang ada di SDN Karaton tersebut. Sebelum pembelajaran dimulai, saya memperkenalkan diri saya terlebih dahulu dan memberikan salam kepada siswa agar siswa tidak heran dengan kedatangan saya untuk mengajar pada hari itu. Pada saat itu ruangan kelas 3A sedang di renovasi, maka dari itu proses pembelajaran dalam satu kelas dilakukan bersamaan dengan kelas 3B. Dengan jumlah siswa yang banyak, pada awal pembelajaran saya melakukan perkenalan dengan mereka satu persatu untuk menyebutkan nama dan asal kelas masing-masing. Setelah perkenalan selesai, untuk mengawali proses pembelajaran saya memberikan soal pre test sebagai test awal sebanyak 5 soal kepada seluruh siswa yang hadir baik kelas 3A maupun 3B. Pada saat mengerjakan soal, saya bertanya kepada siswa apakah mereka sudah memahami perkalian 1-10 atau belum. Karena pada dasarnya perkalian 1-10 sangatlah penting untuk beralih ke perkalian selanjutnya. Namun ada beberapa siswa yang tidak memahami perkalian 1-10 walaupun pembelajaran hari itu merupakan pengulangan pembelajaran sebelumnya. Walaupun beberapa siswa merasa kesulitan mengisi soal pre test yang saya berikan, tetapi mereka tetap mengisi soal dengan tenang.

2.     Kegiatan inti
Pembelajaran inti dilakukan dengan memberi penjelasan singkat mengenai konsep dasar perkalian. Pada kegiatan pembelajaran perkalian pertama kali anak diajak untuk melihat masalah sehari hari dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Misalnya anak melihat kaki meja masing-masing ada 4. Jika ada 3 meja maka jumlah kaki meja seluruhnya ada berapa. Di sini anak diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi (membangun) pengetahuan yang telah didapat yaitu penjumlahan dikaitkan dengan perkalian. Jika dituliskan kalimat matematikanya menjadi 4+4+4 = 12. Maka bentuk perkaliannya menjadi 3 X 4 =12. Dengan media pohon perkalian anak menjumlahkan secara berulang kemudian menuliskannya dalam bentuk perkalian. Di situlah anak menemukan (inkuiri) bahwa ternyata perkalian berasal dari penjumlahan berulang sebuah bilangan. Setelah kegiatan tanya jawab kemudian dilakukan kerja kelompok yang merupakan masyarakat belajar. Anak diberikan lembar kerja, membahas secara bersama dengan menggunakan media pembelajaran pohon perkalian, dengan meminta salah seorang siswa secara bergantian untuk memperagakan media tersebut. Dalam LKS tersebut misal terdapat soal 5x8 siswa menjawab dengan cara memasukkan 8 manik-manik ke setiap aqua gelas yang diilustrasikan sebagai buah apel. Dengan bergantian siswa maju kedepan untuk mengisi soal dengan menggunakan media tersebut dan diakhir anak diberikan evaluasi sebagai penilaian yang sebenarnya.
             
3.     Penutup
Pada kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk bertanya bagi yang tidak dimengerti, karena akan diberikan lagi soal post tes untuk mengetahui pengetahuan yang dipeoleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran pada hari itu. Beberapa siswa mengeluh dengan adanya banyak test ini ditambah dengan waktu yang kurang sehingga mengambil sedikit waktu istirahat untuk mengisi soal post test tersebut. Namun mereka tetap mengikuti test dengan baik.

C.  Pembahasan
Penelitian yang dilaksanakan pada bulan desember 2015 di SDN Karaton 1 ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dengan menggunakan model contextual teaching and learning, media pohon perkalian, lembar kerja siswa LEKAS, dan modul telettubies mebawa semangat. Penelitian ini dilatar belakangi adanya masalah yang ada pada mata pelajaran matematika kelas 3 SDN Karaton 1. Untuk mengetahui kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan, peneliti melakukan wawancara terhadap guru kelas 3 dan observasi terhadap pembelajaran matematika dikelas 3 SDN Karaton 1.
Dalam pembahasan ini saya akan membahas mengenai masalah siswa yang belum memahami perhitungan dalam perkalian, baik perkalian satu bilangan maupun dua bilangan. Mayoritas siswa hanya menghafal perkalian, namun tidak memahaminya. Sehingga pada saat proses pembelajaran banyak siswa yang lupa atau tidak mengetahui bagaimana cara menjawab soal perkalian. Setelah ditemukan beberapa masalah yang terkait dengan pembelajaran matematika dikelas 3, guru dan peneliti sepakat untuk melakukan penelitian sebagai upaya perbaikan.
Dari hasil kegiatan selama penelitian ternyata model pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan di kelas rendah khususnya dalam hal ini di kelas III sebab dalam kegiatan pembelajaran dengan model kontekstual ini siswa mendapatkan pengalaman nyata, terdapat adanya saling kerjasama antara anggota dalam satu kelompok, semangat, gembira, siswa aktif dan kreatif, serta kegiatan pun menjadi menyenangkan. Terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan menghitung anak dalam perkalian yang terlihat pada kemajuan anak dalam perolehan nilai setelah diadakannya test akhir setelah proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa model pembelajaran kontekstual benar-benar dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian pada siswa kelas III. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada saat pembelajaran dapat disimpulkan bahawa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian siswa kelas III SDN Karaton 1, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.


  

BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji coba rancangan yang telah dilakukan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang terdapat di kelas 3A SDN Karaton 1 Kec Majasari Kab Pandeglang dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran menghitung perkalian dengan menggunakan model CTL (Contextual Teaching and Learning), media pohon perkalian, Lks LEKAS, dan Modul telettubbies membawa semangat dapat menunjang pembelajaran karena terlihatnya peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil test yang dijalankan oleh siswa yakni hasil pretest yang dilaksanakan pada awal pembelajaran dan postest yang dilaksanakan setelah diterapkannya rancangan uji coba ini. Peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari nilai rata-rata siswa yang berdasarkan hasil dari pre test yakni 20,00 dan post test 68,00 yang hanya diikuti oleh kelas 3A dengan jumlah siswa 20 dan yang hadir pada hari itu sekitar 15 orang siswa. Berikut adalah daftar nilai yang mengalami peningkatan dan tetap hasil belajar :

Tabel 2. Sampel Daftar Nilai Kelas 3A Setelah dilakukan Uji Coba
NO
NAMA
NILAI
KET
PRE TEST
POST TEST
1.
M. Sauqi Zidan
80
100
N
2.
Enal Rohiman
80
80
TP
3.
M. Riski
0
40
N
Keterangan :
N = Naik
TP = Tetap

Terlihat pada tabel bahwa terjadinya kenaikan rata-rata kelas bukan berarti pula semua nilai siswa mengalami peningkatan, akan tetapi ada beberapa yang memiliki nilai yang stabil atau tetap. Dengan demikian ternyata model pembelajaran kontekstual memiliki kelebihan dibandingkan pembelajaran tradisional diantaranya adalah (1) pembelajaran tidak pasif karena siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. (2) pembelajaran tidak abstrak dan teoritis tetapi lebih dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. (3) pemahaman konsep dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa. (4) siswa tidak hanya menerima dari guru tetapi bertanggung jawab mengembangkan penemuannya. (5) siswa dapat bekerjasama, berdiskusi dan berkolaborasi dengan teman tidak individual, dll. Berdasarkan peningkatan kemampuan menghitung perkalian yang telah dicapai oleh siswa kelas III pada test akhir yang telah mencapai ketuntasan 100% tersebut maka terbukti model pembelajaran kontekstual sangat tepat jika diterapkan dikelas rendah khususnya kelas III yang dapat dilihat dari kemampuan siswa yang makin meningkat dalam hal ini tentang materi perkalian.

B.  Saran
1. Bagi Guru
a.    Sebaiknya guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan merancang proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan pembelajaran akan menjadi lebih kondusif dan bermakna.
b.   Guru hendaknya mengupayakan tindak lanjut terhadap penerapan model CTL pada pembelajaran yang dilaksanakan.



2. Bagi Siswa
Siswa harus lebih mengembangkan inisiatif, keaktifan, dan mengembangkan keberaniannya untuk bertanya kepada guru terhadap materi yang belum jelas, sehingga apa yang belum dipahami akan dijelaskan oleh guru.







DAFTAR PUSTAKA

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran. Jakarta: Pernada Media.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Dimyati & Mulyono .(2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukmainata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas  Pendidikan Indonesia  dan PT Rineka  Cipta.
Arsyad, Azhar. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar