"Meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika
merupakan mata pelajaran di sekolah dasar yang memiliki peran yang sangat
penting bagi keberhasilan mata pelajaran lainnya. Banyak orang yang memandang
matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit. Meskipun demikian semua
orang harus mempelajarinya karena matematika merupakan sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari. Seperti halnya belajar bahasa, apabila dalam
belajar matematika terdapat suatu masalah maka harus diatasi sesegera mungkin
sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam belajar matematika dan dapat
memajukan pendidikan di Indonesia.
Pembelajaran matematika merupakan salah
satu mata pelajaran utama yang ada di Sekolah Dasar. Disamping mata pelajaran
IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dimana alokasi waktunya cukup banyak. Menurut
Ruseffendi (Eko Ambar S, 2010:1) matematika sebagai alat bantu dan pelayanan
ilmu yang tidak hanya untuk Matematika itu sendiri melainkan juga ilmu-ilmu
lainnya. Matematika merupakan ilmu yang mendasari semua mata pelajaran yang ada
di Sekolah Dasar, sehingga diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak
dini. Melihat begitu pentingnya matematika, maka kemampuan dalam memecahkan
suatu masalah yang sangat kompleks yang berhubungan dengan peserta didik.
Matematika sering kali hanya dipahami
sebagai rumus-rumus yang sulit sehingga banyak siswa yang kurang menyukainya.
Bagi siswa pelajaran Matematika dianggap pelajaran yang paling sulit,
menakutkan, menjemukkan dan sangat tidak menyenangkan, sehingga hasil prestasi
matematika sangat kurang, belum sesuai dengan harapan baik harapan guru,
orangtua maupun siswa sendiri. Dwi Sunar Prasetyono (2009:11) mengatakan bahwa
“banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika itu sulit. “Matematika tidaklah
sulit, tetapi mengapa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
paling tidak disukai oleh anak-anak. Menurut Herman, S.P.d dalam buku berjudul
Model Pembelajaran Matematika mengatakan bahwa “dalam matematika setiap konsep
yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan agar
mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa sehingga akan melekat pada pola
pikir dan pola tindakannya”. Sebenarnya apabila kalian bisa mengetahui cara
belajar matematika yang tepat, kalian pasti akan mengatakan bahwa matematika
tidaklah sulit, tetapi mudah dan menyenangkan.
Salah satu cara untuk mencapai hasil
belajar yang maksimal yaitu dengan menggunakan model-model pembelajaran yang
menarik bagi siswa, serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologi
peserta didik. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah
suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa
(Johnson, 007 : 57). Pemahaman konsep perkalian dengan menggunakan model
pembelajaran CTL dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media diantaranya
dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar lingkungan siswa seperti batu
kerikil, kelereng, biji-bijian, manik-manik, sedotan ataupun alat peraga
lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan mentar peserta didik di sekolah.
Berdasarkan pengamatan dilapangan dalam
proses pembelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1, salah satu pokok
bahasan yang dianggap sulit dalam matematika adalah perkalian. Perkalian
merupakan kompetensi dasar baru bagi peserta didik di kelas III semester I.
Sebelum menjelaskan perkalian perlu kita tanamkan dulu kepada peserta didik
bahwa perkalian adalah penjumlahan secara berulang-ulang. Kemampuan dasar menghitung perkalian yang
harus dikuasai siswa terlebih dahulu adalah 5-10, karena penguasaan materi ini
merupakan bekal persyaratan untuk mempelajari materi tentang berhitung
selanjutnya. Maka dari itu peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut,
peneliti akan menggunakan model kontekstual dalam proses pembelajaran karena
peneliti merasa model pembelajaran kontekstual dapat
dikatakan sesuai dengan problematika yang terjadi di lapangan untuk peserta
didik akan memudahkan serta membuat siswa menjadi lebih paham dalam proses
pembelajaran perkalian.
B. Fokus Kajian
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada
latarbelakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Meningkatkan
kemampuan menghitung
perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1” melalui :
1. Model : Kontekstual
2. Media : Pohon Perkalian
3. Model
flash : Fun quiz
4. LKS : LEKAS (Lembar Kerja Anak
Shaleh)
5. Modul : Telettubies membawa semangat
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui apakah dengan menggunakan
model Kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada mata
pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1.
2) Mengetahui apakah dengan menggunakan
media pohon perkalian dapat menstimulus siswa untuk mempelajari konsep
perkalian di kelas III SDN Karaton 1.
3) Mengetahui apakah dengan model flash
fun quiz, modul Belajar Bersama Teletubbies dan LKS (LEKAS) dapat meningkatkan kemampuan
menghitung perkalian pada mata pelajaran matematika di kelas III SDN Karaton 1.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Model Pembelajaran
1) Pengertian
Model Pembelajaran
Menurut
Toeti & Sukamto dalam Anton (2006 : 144) model dapat diartikan sebagai
“kerangka konseptual, benda tiruan, atau barang”. Sedangkan model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang, pembelajar, dan para pengajar
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas
pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis.
2) Model
yang digunakan
Model yang di gunakan peneliti dalam
melakukan kegiatan ini adalah model pembelajaran Kontekstual.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning
(CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata
pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US.
Departement of Education the National School-to- work office yang dikutip oleh
Blanchard, 2001). Pengajaran
kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan
SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah
agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan (University of Washington, 2001).
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang
erat dengan pengalaman sesungguhnya (Blanchard, 2001).
Pengajaran kontekstual terjadi apabila
siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada
masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja (University of Washington, 2001).
Dengan problematika yang peneliti
temukan di SDN Karaton 1 khususnya dikelas III, model pembelajaran kontekstual
dapat dikatakan sesuai dengan problematika yang terjadi di lapangan. Dari
paparan diatas maka model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dan sangat
membantu siswa dalam penanaman konsep perkalian dengan mudah dan menyenangkan
karena dekat dengan situasi dan kondisi nyata siswa dan pada akhirnya siswa
dapat membuat hubungan pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman yang
telah dimiliki sebelumnya, sehingga konsep dapat dikuasai anak secara mendalam
dan menyeluruh.
Syntak Pembelajaran
Kontekstual
Sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model CTL, tentu saja terlebih
dahulu guru harus membuat desain pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan
sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Menurut Rusman (2012:199)
mengatakan bahwa pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam
pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:
a.
Mengembangkan pemikiran siswa untuk
melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
yang harus dimilikinya.
b.
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
c.
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
memunculkan-memunculkan pertanyaan.
d.
Menciptakan masyarakat belajar, seperti
melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan sebagainya.
e.
Menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media sebenarnya.
f.
Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari
setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
g.
Melakukan penilaian secara objektif,
yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual, program
pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu
dalam bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama
siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut harus
tercermin penerapan dari tujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru
memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam
membimbing kegiatan belajar mengajar di kelas.
Telah didefinisikan enam unsur kunci CTL
seperti berikut ini (University of Washington, 2001)
1) Pembelajaran
bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia
berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
2) Penerapan
pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan
dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi pada masa sekarang dan akan datang.
3) Berpikir
tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan
kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu
masalah.
4) Kurikulum
yang dikembangkan berdasarkan standar.
5) Responsif
terhadap budaya: pendidi harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan
dan kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat ereka
mendidik.
6) Penilaian
autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan
hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.
Center Of Occupational Research and
Development (CORD) menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka
penerapan pembelajaran kontekstual, yaitu :
1) Relating
: belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2) Experiencing
: belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan
penciptaan (invention).
3) Applying
: belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
4) Cooperating
: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama dan
sebagainya.
5) Transfering
: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.
· Kelebihan model pembelajaran Kontekstual,
yaitu :
1. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil.
2. Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
3. Pembelajaran
yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
4. Kelas
dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi,
akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
· Kelemahan dari model pembelajaran
kontekstual, yaitu :
1. Diperlukan
waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual berlangsung.
2. Jika
guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif.
3. Guru
harus lebih intensif dalam membimbing
B. Hakikat Pembelajaran Matematika
1) Pengertian
Pembelajaran
Dalam
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 aya1
20 disebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan berlajar”. Menurut Oemar
Hamalik (2003 : 57) “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan”. Sedangkan Gagne mengemukakan bahwa
“pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar sehingga situasi
tersebut merupakan peristiwa belajar yaitu usaha untuk terjadinya tingkah laku
dari siswa”. Perubahan tersebut terjadi karena adanya interaksi antara siswa
dan lingkungannya. Adapun Mulyasa (2005:100) mengatakan bahwa “pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sehingga terjadi
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Berdasarkan beberapa definisi
tentang pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
proses kegiatan mengatur lingkungan agar terjadi interaksi positif dan aktif
antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik dengan
pengoptimalkan faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang ada di
lingkungan belajar siswa.
2) Pengertian
Matematika
Mata pelajaran matematika adalah
kumpulan bahan kajian dan pelajaran tentang bentuk, susunan, dan konsep-konsep
yang saling berhubungan satu sama lainnya, sehingga dapat meningkatkan
ketajaman penalaran siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol
serta lebih mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin dan menghargai
kegunaan Matematika.
Di bawah ini dikemukakan pendapat
tentang matematika. James dalam kamus Matematikanya (1976) dalam Ruseffendi
(1992:27) menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenal
bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama
lainnya dengan jumlah banyaknya terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar,
analisis, dan geometri”. Sedangkan menurut Johnson dan Myklobust di dalam
Mulyono Abdurrahman (1999: 252) menyebutkan bahwa matematika adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan ruang sedangkan fungsi teoritisnya adalah memudahkan berfikir.
Dari pengertian matematika yang telah dikemukakan di atas, berarti Matematika
adalah salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan bahasa
simbolis dan universal yang memungkinkan manusia berfikir, mencatat, dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas dengan menggunakan cara
bernalar deduktif dan induktif. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang berguna untuk memahami dasar-dasar
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memudahkan manusia berfikir dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan perkalian.
C. Media
a. Pengertian Media
Kata
media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan
sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju
penerima (Henich: 2002). Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu
sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Daryanto:2010).
Dalam proses
belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam
kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan
menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan
kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat
mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat
tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.
Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan
media. Media yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada
mata pelajaran matematika di
kelas III SDN
Karaton 1 peneliti menggunakan media Pohon Perkalian. Media
Pohon Perkalian tergolong sebagai media nonproyeksi yang berupa model, karena
pada media pembelajaran pohon perkalian memiliki ruangan berupa gelas Aqua yang
diistilahkan sebagai buah dari pohon. Media pembelajaran ini dapat digambarkan
berupa pohon-pohonan yang rimbun. Pohon-pohonan itu memiliki buah yang
didalamnya terdapat isi dari buah tersebut. Pohon-pohonan itu dapat berupa
lukisan pohon yang rimbun pada papan sterofom berukuran 1m x 1m dan sudah
diwarnai seperti pohon. Buah dari pohon tersebut dapat berupa gelas minuman
yang sudah bekas. Isi dari buah dapat berupa kelereng. Adapun alat dan bahan,
cara pembuatan, cara penggunaan, kelebihan dan kelemahan pada media ini yaitu :
1. Alat
dan Bahan
a) Alat
:
· Spidol
· Doubletip
· Origami
b) Bahan :
· Aqua gelas (bekas)
· Papan sterofom
· Kelereng
· Karton
2. Cara
pembuatan :
1.
Siapkan alat dan Bahan
2.
Siapkan telebih dahulu karton untuk melukis
gambar pohon.
3. Setelah
itu warnai sesuai gambar dan tempelkan pada papan sterofom.
4.
Kemudian siapkan aqua gelas yang sudah
bekas.
5. Potong
origami sesuai dengan bentuk buah pada aqua gelas dan tempelkan pada bagian
luar aqua gelas.
6.
Media siap untuk digunakan
3. Cara
penggunaan :
Cara menggunakan media
pohon perkalian tersebut adalah, misalnya dalam mengerjakan soal berikut:
1.
3 x 6 = ...
Siswa memasukkan 6 buah
kelereng ke dalam 3 gelas minuman yang sudah bekas.
2.
7 x 2 = ...
Siswa memasukkan 2 buah
kelereng ke dalam 7 gelas minuman yang sudah bekas.
4. Kelebihan
-
Menarik untuk dilihat
-
Mudah di aplikasikan oleh peserta didik
-
Pembelajaran lebih aktif
-
Bahan-bahan mudah di dapat
5. Kelemahan
-
Tidak dapat bertahan lama (mudah rusak)
-
Ukuran media tidak terlalu besar sehingga
siswa akan merasa kesulitan untuk melihat jika salah satu dari temannya diminta
untuk memasuki kelereng ke dalam buah tsb.
b. Flash
Media
flash (adobe flash) merupakan sebuah program yang didesain khusus oleh adobe
dan program aplikasi standar authoring tool professional yang digunakan untuk
membuat animasi dan bitmap yang sangat menarik dan bersifat dinamis. Dalam
adobe flash ini, peneliti membuat fun quiz. Adapun kelebihan dan kelemahan fun
quiz yang dibuat menggunakan flash ini yaitu:
1. Kelebihan
- Menarik
untuk di lihat
- Dapat
menjangkau seluruh peserta didik, karena menggunakan alat proyektor yang besar
- Pembelajaran
lebih aktif dengan diadakannya fun quiz
2. Kelemahan
-
Rumit dalam pembuatannya
- Bila
sarana prasarana tidak memadai maka flash tidak bisa digunakan. Karena harus
menggunakan proyektor.
D. Modul
Modul adalah alat atau sarana pmbelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan materi pembelajaran, petunjuk kegiatan belajar, latihan dan
cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan dan dapat digunakan secara mandiri.
Modul adalah alat pembelajaran yang disusun sesuai dengan kebutuhan belajar
pada mata kuliah tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu, sebuah
kompetensi atau subkompetensi yang di kemas dalam satu modul secara utuh mampu
membelajarkan diri sendiri atau digunakan untuk belajar secara mandiri.
Penggunaan modul tidak bergantung pada media lain, memberikan mahasiswa untuk
berlatih dan memberikan rangkuman, memberi kesempatan memberikan tes sendiri,
dan mengakomodasi kesulitan mahasiswa dengan memberikan tindak lanjut dan umpan
balik.
Dengan demikian modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis atau
cetak yang tersusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode,
tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian
kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang sajikan dalam modul
tersebut.
Modul memiliki sifat membantu dan mendorong pembacanya untuk mampu
membelajarkan diri sendiri dan tidak bergantung pada media lain dalam
penggunaanya. Salah satu tujuan penyusunan modul adalah menyediakan bahan ajar
yang sesuai dengan tuntutan kurukulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa,
yakni bahan ajar yang sesuai dengan dengan karakteristik materi ajar dan
karakteristik siswa, serta latar belakang lingkungan sosialnya.
Modul memiliki berbagai manfaat, baik ditinjau dari kepentingan siswa
maupun dari kepentingan guru. Bagi siswa, modul bermanfaat antara lain:
a. Siswa
memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri.
b. Belajar
mandiri lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan di luar jam
pembelajaran.
c. Berkesempatan
mengekspresikan cara-cara belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
d. Berkesempatan
menguji kemampuan diri sendiri dengan mengerjakan latiahan yang disajikan dalam
modul.
e. Mampu
membelajarkan diri sendiri.
f. Mengembangkan
kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber
belajar lainnya.
Bagi guru,
penyusunan modul bermanfaat karena:
a.
Mengurangi kebergantungan terhadap ketersediaan buku
teks.
b.
Memperluas wawasan karena disusun dengan mengguanakan
berbagai referensi.
c.
Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman dalam
menulis bahan ajar.
d.
Membangun komunikasi yang efektik antara dirinya dan
siswa karena pembelajaran tidak harus berjalan tatap muka.
e.
Menembah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku
dan diterbitkan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan modul teletubbies membawa
semangat. Dalam modul tersebut berisi tentang cerita mengenai proses
pembelajaran matematika.
E. LKS
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis
alat bantu pembelajaran. Secara umum, LKS meupakan perangkat pembelajaran sebagai
pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan. Rencana Pembelajaran (RP). Lembar
Kerja Siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal. LKS
sangat baik dipakai untuk meningkatkan ketertiban siswa dalam belajar, baik
dipergunakan dalam strategi heuristi maupun strategi ekspositorik. Dalam
strategi heuristik, LKS dipakai dalam penetapan metode terbimbing, sedangkan
strategi ekspositorik, LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan.
LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sesuai dengan
pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya. LKS dalam kegiatan belajar mengajar
dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan konsep baru)
atau pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep) karena
LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap
pemahaman konsep, LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik
yang telah dipelajari, yaitu penanaman konsep (Lestari, 2006:19).
LKS
yang digunakan siswa harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan
siswa dengan baik dan dapat memotivasi belajar siswa.
Menurut
Pandoyo, keebihan dari penggunaan LKS adalah :
a)
Meningkatkan aktivitas belajar
b)
Mendorong siswa mampu bekerja sendiri
c)
Membimbing siswa secara baik ke arah pengembangan konsep
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan LKS (LEKAS) “Lembar Kerja Siswa
Anak Shaleh” yang didalamnya terdapat soal-soal mengenai penjumlahan berulang
atau perkalian.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode
penelitian adalah kegiatan sistematis terencana yang dilakukan penulis guna
untuk memecahkan suatu permasalahan. Jenis metode penelitian yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif berupa
penulisan, penelitian untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena mengenai meningkatkan kemampuan menghitung perkalian pada
mata pelajaran matematika di
kelas III SDN
Karaton 1. Penelitian
ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan
dan perbedaannya dengan fenomena lain. Penelitian deskriptif dalam bidang
pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan hal yang cukup penting,
mendeskripsikan fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran,
implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan. Penelitian
deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada
variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran
kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka.
Surakhmad
(1996:140) mengemukakan bahwa metode deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a) Memusatkan
diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang pada
masalah-masalah aktual.
b) Data
yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis, karena
itu metode ini sering disebut pula metode analitik.
B. Pengolahan Data
Pengolahan data secara sederhana diartikan
sebagai proses mengartikan data-data lapangan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat
penelitian. Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan
makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah
dikumpulkan perlu dipecah-pecahkan dalam kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan manipulasi serta diperas sedemikian
rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan
bermanfaat untuk menguji hipotesa atau pertanyaan penelitian.
Pada
prinsipnya pengolahan data (analisis) ada dua cara, hal ini tergantung dari
datanya apakah data tersebut berupa data Analisis Non Statistik atau data
Analisis Statistik.
Dalam penelitian
kali ini diperuntukkan metodologi penelitian deskriptif sehingga pengolahan
data yang digunakan adalah prinsip data analisis statistik. Analisis statistik
berangkat dari kuantitatif.
Statistik
deskriptif dipergunakan jika tujuan penelitian untuk penjajagan atau
pendahuluan, tidak menarik kesimpulan hanya memberikan gambaran/deskripsi
tentang data yang ada.
Selain
itu, (dalam Hasan, 2002) juga dijelaskan bahwa Pengolahan data meliputi
kegiatan, sebagai berikut.
1. Editing
Editing adalah
pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan
data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan.
Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Pada kesempatan ini,
kekurangan data atau kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki baik
dengan pengumpulan data ulang atau pun dengan interpolasi (penyisipan). Hal-hal
yang perlu diedit pada data masuk adalah sebagai berikut.
a. Dipenuhi
tidaknya instruksi samplin.
b. Dapat
dibaca atau tidaknya data yang masuk
c. Kelengkapan
pengisian
d. Keserasian
(consistency)
e. Apakah
isi jawaban dapat dipahami
2. Coding
Coding adalah
pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka
atau huruf-huruff yang memberikan petunjuk, atau identitas pada suatu informasi
atau data yang akan dianalisis. Contoh kode pendidikan, kode daerah (kabupaten,
kecamatan, dan desa).
3. Tabulasi
Tabulasi adalah membuat
tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberikan kode sesuai dengan
analisis yang dibutuhkan. Untuk melakukan tabulasi ini dibutuhkan ketelitian
dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya dalam tabulasi silang.
Tabel ini dapat berbentuk.
a. Tabel
pemindahan
Tabel pemindahan
disebut juga lembaran kode, yaitu tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner
atau pencatatan pengamatan.
b. Tabel
biasa
Tabel biasa adalah
tabel yang disusun berdasarkan sifat responden tertenyu dan tujuan tertentu.
c. Tabel
analisis
Tabel analisis adalah
tabel yang memuat suatu jenis iinformasi yang telah dianalisi. Tabel ini hanya memmuat
satu jenis informasi. Contohnya, tabel satu arah atau tabel tunggal, dan tabel
silang.
Pada
penelitian ini pengolahan data yang digunakan oleh peneliti adalah pengolahan
data analisis statistik deskriptif, karena penelitian tidak akan menarik kesimpulan
dari data fenomena di SDN Karaton 1. Pada proses penelitian, peneliti akan
mengumpulkan data dari problematika yang dihadapi pada mata pelajaran
Matematika di kelas III SDN Karaton 1 melalui data Pre-test dan data Post-test.
Setelah melakukan pengumpulan data dari hasil pre-test dan post-test, data yang
terkumpul lalu diolah, cara mengolah dari data tersebut menggunakan
perbandingan atau selisih dari jumlah rata-rata pada hasil pre-test dan
post-test.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Sekolah
Penelitian
ini dilaksanakan di SD Negeri Karaton 1 yang beralamat di Jalan Pendidikan No.
38, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang. Tepatnya di samping SMA NEGERI 6
Pandeglang. Sekolah ini dikepalai oleh Kepala Sekolah H. Nurhidayat, S.Pd dan
terdiri dari 18 orang guru yang termasuk didalamnya guru kelas, guru bidang
studi khusus (Bahasa inggris, Bahasa Sunda, Penjaskes, serta Pendidikan Agama),
guru pengganti, guru laboratorium dan staf tata usaha. Sekolah ini terdiri dari
12 kelas dengan 6 tingkat kelas dan tiap tingkatan kelas terdiri dari 2 kelas
yaitu kelas A dan B. Setiap rombel kelas berisikan 20-25 siswa.
Fasilitas-fasilitas
yang terdapat di SDN Karaton 1 ini cukup untuk mendukung proses pembelajaran,
fasilitas tersebut antara lain terdapat 12 ruang kelas, namun sebagian ruangan
sedang direnovasi, 1 ruang guru dan 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang
perpustakaan, 1 ruang BK, mushola, dapur, wc guru dan wc siswa, kantin dan
lapangan upacara. Tiap meja berisikan 2 orang siswa. Setiap kelas memiliki
fasilitas yang cukup seperti papan tulis beserta alat tulisnya, buku paket
penunjang pembelajaran, meja guru, lemari, alat kebersihan, serta poster-poster
penunjang pembelajaran.
Keadaan
lingkungan SDN Karaton 1 ini termasuk indah dan cukup bersih karena di setiap
sudut ruangan terdapat tempat sampah termasuk di setiap ruangan kelas sehingga
siswa bisa membuang sampah pada tempatnya, dan tidak mengotori kelas.
B. Hasil Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SDN Karaton 1 pada tanggal 7 Desember 2015 pada pukul
07.30-09.00 WIB. Penelitian ini dilakukan di kelas 3A dengan Wali kelas Ibu
Neni Haerani, S,Pd pada mata pelajaran Matematika dengan materi perkalian. Sebelum
melakukan penelitian di SD Negeri Karaton 1, Kecamatan Majasari, Kabupaten
Pandeglang. Peneliti melakukan observasi terlebih dahulu sebagai langkah pra
survey terhadap pembelajaran Matematika. Dari hasil observasi yang telah
dilakukan peneliti di kelas 3A SD Negeri Karaton 1 diperoleh gambaran tentang
permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran khususnya pada mata
pelajaran Matematika. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Neni selaku guru
kelas III SDN Karaton 1 didapat informasi bahwa kemampuan berhitung siswa kelas
III pada materi perkalian masih kurang. Hal ini terlihat dari nilai tes
berhitung yang diberikan guru secara spontan pada awal pembelajaran dan hasil
tes siswa masih kurang baik. Tentu hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
dalam proses pembelajaran di kelas. Maka dari itu, peneliti melakukan observasi
langsung dengan melihat kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Catatan yang
dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih menggunakan
metode ceramah dan kurang melibatkan siswa menjadi aktif. Selain itu,
penggunaan media pembelajaran juga belum terlihat. Guru menyampaikan materi
pelajaran dari awal sampai akhir hanya bersifat verbalistik. Oleh karena itu,
banyak siswa yang kurang tertarik dengan pembelajaran dan lebih asyik bermain
sendiri dengan temannya.
Peneliti melakukan
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) yang dibantu dengan menggunakan media pohon perkalian, modul
telettubies membawa semangat serta LKS LEKAS sebagai penunjang pembelajaran
dalam upaya memberikan solusi terhadap permasalahan dalam penelitian ini.
1. Pembukaan
Pada saat itu pukul
sudah menunjukkan waktu memulai pembelajaran. Namun, wali kelas dikelas 3A
belum juga datang. Kemudian saya dipersilahkan untuk mengajar oleh guru lain
yang ada di SDN Karaton tersebut. Sebelum pembelajaran dimulai, saya
memperkenalkan diri saya terlebih dahulu dan memberikan salam kepada siswa agar
siswa tidak heran dengan kedatangan saya untuk mengajar pada hari itu. Pada
saat itu ruangan kelas 3A sedang di renovasi, maka dari itu proses pembelajaran
dalam satu kelas dilakukan bersamaan dengan kelas 3B. Dengan jumlah siswa yang
banyak, pada awal pembelajaran saya melakukan perkenalan dengan mereka satu
persatu untuk menyebutkan nama dan asal kelas masing-masing. Setelah perkenalan
selesai, untuk mengawali proses pembelajaran saya memberikan soal pre test
sebagai test awal sebanyak 5 soal kepada seluruh siswa yang hadir baik kelas 3A
maupun 3B. Pada saat mengerjakan soal, saya bertanya kepada siswa apakah mereka
sudah memahami perkalian 1-10 atau belum. Karena pada dasarnya perkalian 1-10
sangatlah penting untuk beralih ke perkalian selanjutnya. Namun ada beberapa
siswa yang tidak memahami perkalian 1-10 walaupun pembelajaran hari itu
merupakan pengulangan pembelajaran sebelumnya. Walaupun beberapa siswa merasa
kesulitan mengisi soal pre test yang saya berikan, tetapi mereka tetap mengisi
soal dengan tenang.
2. Kegiatan
inti
Pembelajaran inti
dilakukan dengan memberi penjelasan singkat mengenai konsep dasar perkalian. Pada
kegiatan pembelajaran perkalian pertama kali anak diajak untuk melihat masalah
sehari hari dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Misalnya anak melihat kaki
meja masing-masing ada 4. Jika ada 3 meja maka jumlah kaki meja seluruhnya ada
berapa. Di sini anak diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi (membangun)
pengetahuan yang telah didapat yaitu penjumlahan dikaitkan dengan perkalian.
Jika dituliskan kalimat matematikanya menjadi 4+4+4 = 12. Maka bentuk
perkaliannya menjadi 3 X 4 =12. Dengan media pohon perkalian anak menjumlahkan
secara berulang kemudian menuliskannya dalam bentuk perkalian. Di situlah anak
menemukan (inkuiri) bahwa ternyata perkalian berasal dari penjumlahan berulang
sebuah bilangan. Setelah kegiatan tanya jawab kemudian dilakukan kerja kelompok
yang merupakan masyarakat belajar. Anak diberikan lembar kerja, membahas secara
bersama dengan menggunakan media pembelajaran pohon perkalian, dengan meminta
salah seorang siswa secara bergantian untuk memperagakan media tersebut. Dalam
LKS tersebut misal terdapat soal 5x8 siswa menjawab dengan cara memasukkan 8
manik-manik ke setiap aqua gelas yang diilustrasikan sebagai buah apel. Dengan
bergantian siswa maju kedepan untuk mengisi soal dengan menggunakan media
tersebut dan diakhir anak diberikan evaluasi sebagai penilaian yang sebenarnya.
3. Penutup
Pada kegiatan ini siswa
diberikan kesempatan untuk bertanya bagi yang tidak dimengerti, karena akan
diberikan lagi soal post tes untuk mengetahui pengetahuan yang dipeoleh siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran pada hari itu. Beberapa siswa mengeluh
dengan adanya banyak test ini ditambah dengan waktu yang kurang sehingga
mengambil sedikit waktu istirahat untuk mengisi soal post test tersebut. Namun
mereka tetap mengikuti test dengan baik.
C. Pembahasan
Penelitian
yang dilaksanakan pada bulan desember 2015 di SDN Karaton 1 ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dengan menggunakan model contextual
teaching and learning, media pohon perkalian, lembar kerja siswa LEKAS, dan
modul telettubies mebawa semangat. Penelitian ini dilatar belakangi adanya
masalah yang ada pada mata pelajaran matematika kelas 3 SDN Karaton 1. Untuk
mengetahui kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan, peneliti melakukan
wawancara terhadap guru kelas 3 dan observasi terhadap pembelajaran matematika
dikelas 3 SDN Karaton 1.
Dalam
pembahasan ini saya akan membahas mengenai masalah siswa yang belum memahami
perhitungan dalam perkalian, baik perkalian satu bilangan maupun dua bilangan.
Mayoritas siswa hanya menghafal perkalian, namun tidak memahaminya. Sehingga
pada saat proses pembelajaran banyak siswa yang lupa atau tidak mengetahui
bagaimana cara menjawab soal perkalian. Setelah ditemukan beberapa masalah yang
terkait dengan pembelajaran matematika dikelas 3, guru dan peneliti sepakat
untuk melakukan penelitian sebagai upaya perbaikan.
Dari
hasil kegiatan selama penelitian ternyata model pembelajaran kontekstual sangat
tepat diterapkan di kelas rendah khususnya dalam hal ini di kelas III sebab
dalam kegiatan pembelajaran dengan model kontekstual ini siswa mendapatkan
pengalaman nyata, terdapat adanya saling kerjasama antara anggota dalam satu
kelompok, semangat, gembira, siswa aktif dan kreatif, serta kegiatan pun
menjadi menyenangkan. Terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan menghitung
anak dalam perkalian yang terlihat pada kemajuan anak dalam perolehan nilai
setelah diadakannya test akhir setelah proses pembelajaran berlangsung. Hal
tersebut sekaligus membuktikan bahwa model pembelajaran kontekstual benar-benar
dapat meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian pada siswa
kelas III. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada saat pembelajaran dapat
disimpulkan bahawa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan
menghitung perkalian siswa kelas III SDN Karaton 1, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotorik.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil uji coba rancangan yang telah dilakukan untuk memberikan solusi terhadap
permasalahan yang terdapat di kelas 3A SDN Karaton 1 Kec Majasari Kab
Pandeglang dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran menghitung perkalian
dengan menggunakan model CTL (Contextual Teaching and Learning), media pohon
perkalian, Lks LEKAS, dan Modul telettubbies membawa semangat dapat menunjang
pembelajaran karena terlihatnya peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat
dari hasil test yang dijalankan oleh siswa yakni hasil pretest yang
dilaksanakan pada awal pembelajaran dan postest yang dilaksanakan setelah
diterapkannya rancangan uji coba ini. Peningkatan hasil belajar siswa terlihat
dari nilai rata-rata siswa yang berdasarkan hasil dari pre test yakni 20,00 dan
post test 68,00 yang hanya diikuti oleh kelas 3A dengan jumlah siswa 20 dan
yang hadir pada hari itu sekitar 15 orang siswa. Berikut adalah daftar nilai
yang mengalami peningkatan dan tetap hasil belajar :
Tabel 2. Sampel Daftar Nilai
Kelas 3A Setelah dilakukan Uji Coba
NO
|
NAMA
|
NILAI
|
KET
|
|
PRE
TEST
|
POST
TEST
|
|||
1.
|
M. Sauqi Zidan
|
80
|
100
|
N
|
2.
|
Enal Rohiman
|
80
|
80
|
TP
|
3.
|
M. Riski
|
0
|
40
|
N
|
Keterangan
:
N
= Naik
TP
= Tetap
Terlihat pada tabel bahwa
terjadinya kenaikan rata-rata kelas bukan berarti pula semua nilai siswa
mengalami peningkatan, akan tetapi ada beberapa yang memiliki nilai yang stabil
atau tetap. Dengan demikian ternyata model pembelajaran kontekstual memiliki
kelebihan dibandingkan pembelajaran tradisional diantaranya adalah (1)
pembelajaran tidak pasif karena siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran. (2) pembelajaran tidak abstrak dan teoritis tetapi lebih
dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. (3) pemahaman
konsep dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa. (4)
siswa tidak hanya menerima dari guru tetapi bertanggung jawab mengembangkan
penemuannya. (5) siswa dapat bekerjasama, berdiskusi dan berkolaborasi dengan
teman tidak individual, dll. Berdasarkan peningkatan kemampuan menghitung
perkalian yang telah dicapai oleh siswa kelas III pada test akhir yang telah
mencapai ketuntasan 100% tersebut maka terbukti model pembelajaran kontekstual
sangat tepat jika diterapkan dikelas rendah khususnya kelas III yang dapat
dilihat dari kemampuan siswa yang makin meningkat dalam hal ini tentang materi
perkalian.
B. Saran
1.
Bagi Guru
a. Sebaiknya
guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan merancang proses
pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga siswa menjadi lebih tertarik
dan pembelajaran akan menjadi lebih kondusif dan bermakna.
b. Guru
hendaknya mengupayakan tindak lanjut terhadap penerapan model CTL pada
pembelajaran yang dilaksanakan.
2.
Bagi Siswa
Siswa
harus lebih mengembangkan inisiatif, keaktifan, dan mengembangkan keberaniannya
untuk bertanya kepada guru terhadap materi yang belum jelas, sehingga apa yang
belum dipahami akan dijelaskan oleh guru.
DAFTAR PUSTAKA
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran. Jakarta:
Pernada Media.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
Dimyati & Mulyono
.(2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukmainata, Nana
Syaodih. (2011). Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Rineka
Cipta.
Arsyad, Azhar. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar