BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menurut Magunsong, dkk.
(1998), anak tunaganda atau majemuk adalah anak yang menderita kombinasi atau
gabungan dari dua atau lebih kelainan atau kecacatan dalam segi fisik, mental,
emosi,dan sosial, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan, psikologis, medis,
sosial, vokasional melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak yang
berkelainan tunggal
Sesuai dengan makna istilah tunaganda
kelompok penyandang keluarbiasaan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih
dari satu jenis keluarbiasaaan misalnya, penyandang tunanetra dan tunarungu
sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa,
tunarungu dan tunagrahita sekaligus tentu dapat dibayangkan betapa besarnya
keluarbiasaan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya
layanan pendidikan yang seyogyanya disiapkan. Oleh karena kondisi tunaganda
yang seperti itu, kemungkinan mereka berada di SD biasa tentu sangat kecil.
Namun, sebagai guru, pengetahuan anda tenta anak tunaganda memperluas wawasan
anda tentang keluarbiasaan. Sekolah luar biasa untuk penyandang tunaganda
disebut sebagai SLB-G.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari tunaganda ?
2.
Apa pengertian dan
karakteristik dari tunagrahita ?
3.
Apa pengertian dan
klasifikasi dari tunarungu ?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian tunaganda.
2.
Untuk mengetahui
pengertian dan karakteristik dari anak tunagrahita.
3.
Untuk mengetahui
pengertian dan klasifikasi dari anak tunarungu.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Tunaganda dan Dampaknya
Sesuai dengan makna istilah tuna
ganda kelompok penyandang keluarbiasaan jenis ini adalah mereka yang menyandang
lebih dari satu jenis keluarbiasaaan misalnya, penyandang tunanetra dan
tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan
tunadaksa, tunarungu dan tunagrahita sekaligus tentu dapat dibayangkan betapa
besarnya keluarbiasaan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada
kompleksnya layanan pendidikan yang seyogyanya disiapkan.
1. Dampak
keluarbiasaan bagi anak bagi ALB
Dampak
bagi anak tunaganda, dampak ini merupakan gabungan dari keluarbiasaan lebih
dari satu aspek. Seperti dampak tunarungu akan mendapat hambatan dalam
berkomunikasi ditambah anak turagrahita akan dalam banyak hal termasuk dalam
megembangkan keterampilan hidup sehari-hari atau menolong diri sendiri.
2. Dampak
keluarbiasaan bagi keluarga
Ada
orang tua yang sangat pasrah menerima kenyataan yang dihadapi , namun tidak
jarang yang merasa sangat terpukul, dan tentu saja ada yang sangat tidak
peduli. Reaksi/ sikap keluarga terhadap keuarbiasaan yang menimpa salah satu
anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, tingkat pendidikan
latar belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan tingkat
keluarbiasaanya.
3. Dampak
keluarbiasaan bagi masyarakat
Sikap
masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang sosial
budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang bersimpati bahkan ikut membantu
menyediakan berbagai fasilitas, ada yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak
jaang ada yang bersikap antipasti sehingga melarang anaknya bergaul attau
berteman dengan ALB (terutama yang dibawah normal)
2.2 Anak
Tunagrahita
Istilah untuk anak tunagrahita
bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama: lemah pikiran,
terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan
nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah
bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai
kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik,
intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka
membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara
optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak
yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya,
dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan
khusus.
A. Klasifikasi
Anak Tunagrahita
Potensi dan kemampuan setiap anak
berbeda-beda demikian juga dengan anak tunagrahita, maka untuk kepentingan
pendidikannya, pengelompokkan anak tunagrahita sangat diperlukan.
Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak
tungrahita dapat dikelompokkan.
1. Tunagrahita
Ringan (Debil)
Anak tunagrahita ringan pada
umumnya tampang atau kondisi fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya,
mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok
mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan
berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan
setingkat kelas IV SD Umum.
2. Tunagrahita
Sedang atau Imbesil
Anak tunagrahita sedang termasuk
kelompok latih. Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada
sebagian anak tunagrahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai
IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las
II SD Umum.
3. Tunagrahita
Berat atau Idiot
Kelompok ini termasuk yang sangat
rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak
tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30
kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
B. Sebab-Sebab
Ketunaan
Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat
terjadi:
-
Prenatal (sebelum
lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih
ada dalam kandungan, penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus
tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga
perokok berat.
-
Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah,
terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang
panggul ibu yang terlalu kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan
pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat
bantu (penjepit, tang).
-
Pos Natal (sesudah
lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik
seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang disertai kejang-kejang,
kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak
menjadi ketunaan (tunagrahita).
C.
Karakteristik Anak Tunagrahita
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat
dilihat dari segi :
Fisik (Penampilan)
Ø Hampir sama dengan anak normal
Ø Kematangan motorik lambat
Ø Koordinasi gerak kurang
Ø Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
Intelektual
Ø Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Ø Anak tunagrahita
ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun
dengan IQ antara 50 – 70.
Ø Anak tunagrahita
sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun
IQ antara 30 – 50
Ø Anak tunagrahita berat
kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke
bawah.
Sosial dan Emosi
Ø Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Ø Suka menyendiri
Ø Mudah dipengaruhi
Ø Kurang dinamis
Ø Kurang pertimbangan/kontrol diri
Ø Kurang konsentrasi
Ø Mudah dipengaruhi
Ø Tidak dapat memimpin dirinya maupun
orang lain.
D. Pendidikan
Anak Tunagrahita
Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran.
Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah
Luar Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan
menjadi :
SLB – C untuk Tunagrahita ringan
SLB – C1 untuk Tunagrahita sedang
Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti
plus asramanya.
E. Jenis layanan
bagi annak tunagrahita
1.
Tempat dan system layanan
Tempat pendidikan anak tunagrahita dikelompokkan
sebagai berikut
a. Tempat
khusus atau system segregasi
1. Sekolah
khusus
Sekolah khusus
untuk anak tunagarhita disebut sekolah
luar biasa C (SLB-C) dan sekolah pendidikan luar biasa C ( SPLB-C). Murid yang
ditampung ditempat ini khusus satu jenis kelainan atau ada juga khusus melihat
berat dan ringannya kelianan, seperti sekolah untuk tunagrahita ringan.
2. Sekolah
dasar luar biasa (SDLB )
Berbeda dengan
SDLB yang ada dilingkup SLB. SDLB disini berdiri sendiri dan hanya menampung
anak tunagrahita usia sekolah dasar.
3. Kelas
jauh
Kelas jauh
adalah kelas yang dibentuk jauh dari sekolah induk karena di daerah tesebut
banyak anak luar biasa
4. Guru
kunjung
Diantara anak
tunagrahita terdapat yang mengalami kealianan berat sehingga tidak memungkinkan
untuk berkununjung kesekolah khusus.
5. Lembaga
perawatan ( institusi khusus )
Disediakan
khusus anak tunagrahita yang tergolong berat dan sangat berat.
b. Disekolah
umum dengan system itegrasi ( terpadu )
1. Dikelas
biasa tanpa kekhususan baik bahan
pelajaran maupun guru
2. Dikelas
biasa dengan guru konsultan.
3. Dikelas
biasa dengan guru kunjung.
4. Dikelas
biasa dengan ruang sumber.
5. Dikelas
khusus sebagian waktu
6. Kelas
khusus.
2.
Strategi dan media
a. Strategi yang dapat digunakan
dalam mengajar anak tunagrahita:
1. Strategi pengajaran yang
individualisasikan
Pengajaran individualisasikan diberikan kepada setiap murid meskipun
mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama tetapi pedalaman dan
keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
2. Strategi kooperatif
Strategi
ini bertitik tolak pada semangat kerja dimana mereka yang lebih pandai membantu
temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana dalam kekeluargaan dan
keakraban.
3. Strategi modifikasi tingkah laku
Strategi ini digunakan apabila menghadapi
anak tunagrahita sedang, kebawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain.
Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku
yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.
b.
Media
Alat-alat
khusus yang digunakan untuk media pembelajaran anak tunagrahita diantaranya
latihan kematangan, motorik berupa form board puzzle, latihan kematangan indera
seperti latihan perabaan, penciuman; alat-alat untuk ngurus diri sendiri
seperti latihan memasang kancing memasang resleting, alat konsentrasi seperti
papan keseimbangan, alat latihan membaca berhitung dan lain-lain.
3.
Evaluasi
Berikut ini akan dikemukakan
ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak
tunagrahita.
a.
Waktu mengadakan
evaluasi
Evaluasi belajar
anak tunagrahita tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar
berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan, tetapi tidak kalah pentingnya
evaluasi selama proses belajar berlangsung.
b.
Alat evaluasi
Sama halnya
dengan alat evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat
evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda.
c. Kriteria
keberhasilan
Keberhasilan
belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya tapi
dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari waktu ke
waktu.
d. Pencatatan
hasil evaluasi
Pencatatan evaluasi yang
digunakan untuk anak tunagrahita menggunakan bentuk kuantitatif ditambah dengan
kualitatif.
2.3 Pengertian Dan
Klasifikasi Tunarungu
Pengertian anak tunarungu Anak
tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya,
sehingga mengalami Gangguan berkomunikasi secara verbal. Secara fisik, anak
tunarungu tidak berbeda dengan anak-anak dengar pada umumnya, sebab orang akan
mengetahui bahwa anak menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka
berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas
artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat.
Tuna Rungu adalah anak yang
kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang
mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar
pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan
orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu
mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila
kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk
memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan
alat bantu mendengar. Heward & Orlansky memberikan batasan ketunarunguan
sebagai berikut : Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat
seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi
dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak
mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat
menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun
sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu
mendengar. Kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang kehilangan
pendengarannya secara nyata yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus,
baik tuli maupun kurang mendengar dikatakan sebagai ganggunan pendengaran
(hearing impaired). Dari berbagai batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar ketunarunguan,
maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah
suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi
ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua
golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90
dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan
pelayanan khsusus.
A. Karakteristik Tunarungu
Secara fisik anak tunarungu tidak
berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak
menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau
dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau tidak berbicara
sama sekali, mereka hanya menggunakan isyarat. Dari ketidakmampuan anak
tunarungu berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tunarungu
ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi
secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap
ketunaan yang paling ringan dan kurang menggundang simpati. Batasan
ketunarunguan tidak saja terbatas pada kehilangan pendengaran yang sangat
berat, melainkan mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat
ringan, sedang, berat sampai sangat berat.
Menurut Moores, definisi
ketunarunguaan ada dua kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila
kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia
tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan
ataupun tanpa alat bantu dengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard
of hearing) bila kehilangan pendengaran pada dB Iso sehingga ia mengalami
kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik
tanpa maupun dengan alat bantu dengar. Heward dan Orlansky memberikan batasan
ketunarunguan sebagai berikut: tuli (deaf) diartikan sebagai
kerusakan yang menghambat seseorang yang menerima ransangan semua jenis bunyi
dan sebagai suatu kodisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara
pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud dalam kehidupan
sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat
mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa
ataupun dengan alat bantu dengar.
Kurang dengar (hear of hearing)
adalah seseorang kehilangan pendengarannya secara nyata yang memerlukan
penyesuaian-penyesuaian khusus, baik tuli maupau kurang mendengar dikatakan
sebagai gangguan pendengaran (hearing impaired).
Dari batasan yang dikemukakan oleh
pakar ketunarunguaan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguaan adalah suatu
keadaan atau derajat kehilangan yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang
dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan kedalam dua golongan besar
yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang
walaupun telah diberikan alat bantu dengar tetap memerlukan palayanan khusus.
Dari definisi diatas dapat dijabarkan karakteristik
anak tunarungu atau anak dengan hendaya pendengaran sebagai berikut:
1) Tidak mampu mendengar.
2) Terlambat dalam perkembangan bahasa.
3) Sering menggunakan isyarat dalam
berkomunikasi.
4) Kurang atau tidak tanggap dalam
berbicara atau diajak berbicara.
5) Ucapan kata yang tidak jelas.
6) Kualitas suara yang dikeluarkan aneh
atau monoton.
7) Sering memiringkan kepala dalm usaha
mendengar.
8) Banyak perhatian terhadap getaran.
9) Keluar nanah dari kedua telinga.
10) Terdapat kelainan organis telinga.
Kognisi anak tunarungu antara lain adalah sebagai
berikut:
1) Kemampuan verbal (verbal IQ)
anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar.
2) Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan
anak mendengar.
3) Daya ingat jangka pendek anak
tunarungu lebih rendah dari pada anak mendengar terutama pada informasi yang
bersifat suksesif/berurutan.
4) Namun pada informasi serempak
antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
5) Daya ingat jangka panjang hampir
tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah
B.
Klasifikasi Tunarungu
Ketunarunguan dapat
diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu tingkat kehilangan pendengaran,
saat terjadinya ketunarunguan, letak gangguan pendengaran secara anatomis dan
etiologi.
1. Berdasarkan
tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan
audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sbg berikut.
a.
Tunarungu ringan
Siswa
yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan pendengaran antara 27-40
dB. Ia sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang
letaknya strategis.
b.
Tunarungu sedang
Siswa
yang tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55 dB.
Ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to
face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu
dengar serta terapi bicara.
c.
Tunarungu agak berat
(moderately severe hearing loss)
Siswa
yang tergolong tunarungu agak berat mengalami kehilangan pendengaran antara
56-70 dB. Ia hanya dapt mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu
menggunakan hearing aid. Kepada siswa tersebut perlu diberikan
latihanpendengaran serta latihan untuk mengembangkankemampuan bicara dan
bahasanya.
d.
Tunarungu berat (severe
hearing loss)
Siswa
yang tergolong tunarugu berat mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB.
Sehingga ia hanya dapat mendengar suara-suara yng keras dari jarak dekat. Siswa
tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar,
serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya.
e.
Tunarungu berat sekali
(profound hearing loss)
Siswa
yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih
dari 90 dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih
menyadari suara melalui getarannya (vibrations) dari pada melalui pola suara.
Ia juuga lebih mengandalkan peglihatannya dari pada pendengarannya dalam
berkomunikasi, yaitu melalui penggunaaan bahasa isyarat dan membaca ujran.
C.
Penyebab terjadinya Tunarungu
1.
Penyebab terjdinya tunarungu tipe konduktif
a. Kerusakan/gangguan
yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan, antara lain oleh hal-hal
berikut:
1. Tidak terbentuknya lubang telinga bagian
luar (traesia meaus akustikus externus)
2. Terjadinya peradangan pada lubang
telinga luar (otitis externa)
b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat
disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut :
1. Ruda paksa,
yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh,
tabrakan, tertusuk yang mengakibatkan perforasi membrane timpani (pecahnya
selaput gendang dengar) dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran.
2. Terjadinya
peradangan / infeksi pada telinga tengah 9otitis media)
3. Otosclerosis,
yaitu terjaadinya pertumbuhan tulangpada kaki tulang stapes, yang mengakibatkan
tulang tersebut tidak dapat diteruskan
ketelinga sebagai mana mestinya.
4.
Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium atau zat kapur pada gendang dengar
(membran timfani) dan tulang pendengaran sehingga organ tersebut tidak dapat
mengantarkan getaran ke telinga dalam dengan baik untuk di ubah menjadi kesan
suara. Gangguan ini biasanya terjadi pada orang yang sudah lanjut usia.
5. Anomaly
congenitaldari dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang
pendengaran yang dibawa sejak lahir tetapi gangguan pendengarannya tidak
bersifat progresif.
6. Difsungsi
tuba eustachius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga
mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2. Penyebab
terjadinya tunarungu tipe sensorineural
Tunarungu
tipe sensorineural, dapat disebabkan oleh faktor genetic (keturunan) dan
nongenetik. Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sbg berikut.
a.
Ketunarunguan
disebabkan oleh faktor genetic (keturunan), maksudnya bahwa ketunarunguan
tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada
anaknya.
b.
Penyebab ketunarunguan
faktor nongenetik, antara lain sbg berikut:
1.
Rubella campak jerman,
yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang sering berbahaya dan sulit
didiagnosis secara klinis.
2.
Ketidaksesuaian antara
darah ibu dan anak
3.
Meningitis yaitu radang
selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang labyrinth (telinga dalam)
melalui system sel-sel udara pada telinga tengah.
4.
Trauma akustik, yang
disebabkan oleh adanya suara bising dalam waktu yang lama (misalnya suara mesin
di pabrik).
D.
Layanan Bagi Anak Tunarungu
1. Jenis Layanan
a.
Layanan umum
Layanan umum mrupakan
layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau normal yang
meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan.
b. Layanan khusus
1. Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan upaya untuk
meningkatkan kemempuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
dalam rangkaian kata, agar dapat dimengerti atau diintervretasikan oleh orang
yang mengajak atau diajak bicara.
2.
Layanan bina persepsi
bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan irama
merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa
pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya
memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
2.
Tempat/system layanan
a.
Tempat khusus/system
segregasi
1.
Sekolah khusus
Sekolah
khusus bagi anak tunarungu disebut sekolh luar biasa bagian b atau (SLB-B).
2.
Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB)
SDLB
adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan.
3.
Kelas jauh atau kelas
kunjung
Kelas
jauh adalah kelas yang dibentuk atau yng disediakan untuk memberi layanan
pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal
jauh dari SLB-B/SDLB.
b.
Disekolah
umum/integrasi
1.
Bentuk kelas biasa.
2.
Bentuk kelas biasa
dengan ruang bimbingan khusus.
3.
Bentuk kelas khusus.
3.
Metode Komunikasi
a. Metode oral adalah metode komunikasi
dengn cara yang lazim digunakan oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa
lisan.
b. Metode
membaca wejaran, dapat dikatakan sebagai intervretasi visual terhadap si
pembicara.
c.
Metode manual (syarat) yaitu metode komunikasi dengan menggunakan bahasa
isyarat dan ejaan jari (finger spending).
d.
Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan terciptnya iklim
komunikasi yang harmonis dengan menerapkan berbagai metode dan media
komunikasi.
4. Strategi dan media
pembelajaran
a.
Strategi pembelajaran
1.
Strategi individualisasi
2.
Strategi kooperatif
3.
Strategi modifikasi
b.
Media pembelajaran
1. Media visual yang dapat dipergunakan
dalam pembelajaran anak tunarungu, antara lain berupa gambar, grafis (grafik,
bagan, diagram, dsb). Realita atau objek nyata dari suatu benda (mata uang,
tumbuhan dll).
2.
Media Audio, seperti program kaset suara yang dapat dipergunakan dalam latihan
pendengaran.
3. Media Audio-visual seperti program
video atau televisi instruksional.
5. Evaluasi
a.
Berkesinambungan
b.
Menyeluruh
c.
Objektif
d.
Pedagogis
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melalui pendidikan inklusif, anak
berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini di landasi oleh kenyataan
bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus
yang tidak dapat di pisahkan suatu komunitas meskipun idealnya dalam sebuah
institusi sekolah yang menggunakan konsep pendidikan ingklusi seharusnya dari
beberapa jenis anak berkebutuhan di atas bisa di tangani atau di beri pelayanan
seluruhnya namun dalam makalah ini akan lebih di titik beratkan terhadap
pemberian pelayanan pendidikan yang baik bagi anak tunagrahita di sekolah
inklusi hari ini di sebut dapat di lakukan melalui modivikasi beberapa jenis
model pembelajaran yang bisa di terapkan di sekolah inklusi.
DAFTAR PUSTAKA
Wardani I.G.A.K,
dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar
Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar