3.1. Pengaruh Positif
TV terhadap Perkembangan Anak
Dari segi positif,
kehadiran TV dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak yang tengah berada
dalam proses transisi untuk dapat mengakses arus informasi lebih cepat melalui
tayangan TV, mengingat salah satu perkembangan fisik yang paling
penting selama masa awal anak-anak ialah perkembangan otak dan sistem saraf
yang berkelanjutan selama tahap-tahap pertumbuhan di mana
perkembangan bagian atas badan jauh lebih maju daripada perkembangan di bagian
bawah. Dalam kemasan acara-acara TV dewasa ini, terdapat begitu banyak
program-program yang bersifat edukatif, seperti cerdas cermat, dialog atau
diskusi interaktif dengan para pakar dari berbagai bidang ilmu, atau pun juga
program khusus dari pemerintah yang menyajikan berbagai macam kegiatan
edukatif. Anak-anak dengan mudah mengadopsi apa yang mereka simak melalui
tayangan TV tersebut untuk dapat menambah pengetahuan mereka. Hal ini dapat
pula memengaruhi perilaku anak setelah diterpa pesan media TV. Jika tayangan TV
menganjurkan orang agar memelihara lingkungan maka telah terjadi suatu pengaruh
positif terhadap perkembangan kepribadian anak.
Menurut Roberts
(1977), komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi
cenderung memengaruhi cara kita dalam mengorganisasikan citra kita tentang
lingkungan, dan citra inilah yang memengaruhi cara kita berperilaku.[13] Realitas
yang disajikan media adalah realitas yang sudah diseleksi. TV memilih hal-hal
tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan hal-hal lain. Jika akhirnya anak
dapat membentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas positif
yang ditontonnya maka perilaku yang ditimbulkannya adalah perilaku positif.
Misalnya, ketika anak mendengar dan melihat laporan dari TV bahwa bumi kita ini
semakin panas dan terancam bakal tidak bisa lagi dihuni jika kita tidak merubah
sikap seperti menebang dan mambakar hutan sembarangan maka muncullah
gerakan-gerakan baik untuk dapat mencintai lingkungan dan bumi ini.
Semua sikap yang ditimbulkan seorang anak setelah menonoton
tayangan TV bersumber pada organisasi kognitif – berhubungan dengan informasi
dan pengetahuan yang dimiliki. Sikap anak selalu diarahkan pada objek tontonan.
Hubungan anak dengan objek tontonan tersebut didasarkan pada informasi yang
diterima tentang sifat-sifat objek tontonan atau sikap pada seseorang atau sesuatu
bergantung pada citra anak tentang objek tersebut. Jika anak mengetahui bahwa
membunuh itu melanggar norma susila maka ia akan bersikap positif untuk
menghindar dari tindakan membunuh. Secara singkat, sikap ditentukan oleh citra
dan citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber-sumber
informasi yang paling penting dalam kehidupan modern adalah TV. Benar, TV tidak
mengubah sikap dan perkembangan anak secara langsung. TV mengubah dulu citra,
baru kemudian citra mendasari sikap.
3.2. Pengaruh Negatif
TV terhadap Perkembangan Anak
Selain pengaruh
positif TV terhadap perkembangan anak sebagaimana yang telah disebutkan di
atas, terdapat juga beberapa pengaruh negatif TV. Di bidang sosial, TV telah
membentuk jaringan-jaringan interaksi yang baru terhadap perkembangan anak.
Anak yang gemar menonton TV dapat saja mengabaikan interaksinya dengan orang
lain di luar dirinya. TV telah menjadi sarana penghambat bagi anak untuk dapat
bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya. Anak-anak yang sering menonton
TV, mengubah kebiasaan rutin mereka. Mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar
bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Kehadiran TV telah
mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan aktivitas bermanfaat lainnya.
Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond[14] (1967)
sebagaidisplacement effects (efek alihan), yang ia definisikan
sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya TV; beberapa
kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena
waktunya dipakai untuk menonton TV.
Di lain pihak, TV juga
kerap menyajikan adegan kekerasan. Hal ini bisa membentuk pemahaman anak dengan
cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman, dan lebih mengerikan.
Pikirannya dibentuk untuk memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat,
lebih merasa bahwa berjalan sendiri dapat berbahaya dan berpikir bahwa orang
hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelaslah bahwa citranya tentang dunia
dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam tayangan TV.
Di bidang afektif,
tidak jarang kita temukan anak-anak yang merasa sedih dan menangis terisak-isak
ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara TV. Dalam
hal ini, situasi emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respon anak
pada stimuli itu. Respon anak terhadap tayangan TV dipengaruhi oleh situasi
emosionalnya. Film sedih akan sangat mengharukan anak atau adegan lucu akan
menyebabkan anak tertawa terbahak-bahak. Berdasarkan alasan inilah, anak
mungkin akan sangat kecewa ketika ia mengetahui bahwa pada akhir ceritera
seorang pahlawan kalah oleh seorang penjahat. Skenario TV seperti ini akan
memporak-porandakan skema kognitif anak yang terbentuk dari apa yang
ditontonnya dalam tayangan TV.
Selain itu, TV dengan berbagai tayangannya dapat menyebabkan
mentalitas easy going(‘semau gue’) dalam diri anak, memudarkan
semangat kerja keras dan disiplin serta menyuburkan mentalitas instant atau remote
TV. Mentalitas instant itu antara lain muncul dalam
gejala seperti sikap injury time atau ‘tunggu pada saat
terakhir baru mulai atau dikerjakan’. Sedangkan mentalitas remote TV terwujud
dalam diri mereka yang tidak sabar, suka berpindah-pindah dari suatu hal ke hal
lain, sehingga kurang tekun dan akibatnya tidak bersungguh-sungguh dalam usaha.
Ada juga yang dinamakan mentalitas konsumeristis, di mana orang sadar atau
tidak ‘dipaksa’ untuk mengkonsumsi dan mau memiliki apa saja, baik itu
informasi ataupun barang-barang. Apa yang ditawarkan dalam iklan TV, lalu
dicoba ditemukan di toko-toko. Anak kemudian berkembang menjadi semakin
hedonistis, mencari kenikmatan pada apa saja yang ditawarkan.
IV. CATATAN AKHIR
Topik tentang
perkembangan anak dan TV selalu menjadi topik yang tiada henti-hentinya
dibicarakan. Hal itu menjadi sangat penting karena kehidupan dan mentalitas
anak adalah gambaran dari wajah dunia pada masa yang akan datang, karena di
pundak merekalah diletakkan segala harapan akan munculnya suatu kehidupan yang
lebih baik di masa depan. Segala macam bentuk dukungan, perkembangan dan
perubahan terus diarahkan untuk membentuk dan menciptakan generasai muda yang
sehat baik secara fisik maupun psikis.
Kehadiran TV memang
membawa banyak manfaat bagi perkembangan anak, terutama untuk memenuhi
kebutuhan mereka akan informasi aktual, pendidikan, dan hiburan yang juga
menunjang perkembangan mereka. Akan tetapi, pertanyaan yang harus dijawab
adalah bagaimana nilai-nilai sosial yang secara tradisional hidup dalam masyarakat
dapat terus bertahan dan berdaya guna di tengah arus modernisasi budaya media
dewasa ini? Tentu saja kita tidak dapat menutup mata bahwa di balik semua hal
positif yang ditawarkan budaya media untuk anak-anak, terkandung pula begitu
banyak dampak negatif seperti yang marak terjadi saat ini. Di mana-mana, sudah
mulai terjadi begitu banyak penyimpangan yang dilakukan anak-anak. Penghargaan
terhadap norma dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat juga sudah
semakin menurun dalam pribadi generasi muda kita.
Oleh karena itu,
tanggung jawab untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas
adalah tanggung jawab kita bersama. Orang tua harus menyadari bahwa pendidikan
dasar yang memengaruhi kepribadian anak adalah pendidikan dalam keluarga.
Keluarga menjadi lembaga dasar yang berperan paling besar dalam membina dan
membentuk generasi penerus yang berkualitas. Setiap orang
tua hendaknya selalu memantau
perkembangan anak-anak mereka dan tidak mudah menyetujui begitu saja segala
macam permintaan mereka berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Lembaga pendidikan adalah sarana utama yang dapat diandalkan
untuk membentuk generasi muda yang handal. Oleh karena itu, hendaknya
pendidikan moral juga harus mendapatkan tempat yang layak di samping aspek
pendidikan intelektual di bangku sekolah.Output setiap lembaga
pendidikan hendaknya dapat mencapai keseimbangan dalam hal moral dan
pengetahuan karena kunci untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas
adalah tercapainya keseimbangan antar kedua aspek ini. Oleh karena itu, para
pendidik diharapkan supaya tidak henti-hentinya memberikan peringatan kepada
anak-anak tentang sisi negatif globalisasi yang sedang dan terus berkembang
cepat dewasa ini.
PUSTAKA ACUAN:
Jersild, Arthur
T. Psikologi Anak 1. Bandung: Tarate, 1962.
Manu, Maksimus.
“Psikologi Perkembangan”: diktat kuliah. Maumere: Ledalero, 2012.
Moeslichatoen. Pengembangan
Kreativitas Anak. Jakarta: Rineka
Cipta, 1999.
Rakhmat,
Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV,
1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar