Sabtu, 09 Januari 2016

PENGARUH TELEVISI TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK (USIA SD)

  
    3.1. Pengaruh Positif TV terhadap Perkembangan Anak
Dari segi positif, kehadiran TV dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak yang tengah berada dalam proses transisi untuk dapat mengakses arus informasi lebih cepat melalui tayangan TV, mengingat  salah satu perkembangan fisik yang paling penting selama masa awal anak-anak ialah perkembangan otak dan sistem saraf yang berkelanjutan selama tahap-tahap pertumbuhan di mana perkembangan bagian atas badan jauh lebih maju daripada perkembangan di bagian bawah. Dalam kemasan acara-acara TV dewasa ini, terdapat begitu banyak program-program yang bersifat edukatif, seperti cerdas cermat, dialog atau diskusi interaktif dengan para pakar dari berbagai bidang ilmu, atau pun juga program khusus dari pemerintah yang menyajikan berbagai macam kegiatan edukatif. Anak-anak dengan mudah mengadopsi apa yang mereka simak melalui tayangan TV tersebut untuk dapat menambah pengetahuan mereka. Hal ini dapat pula memengaruhi perilaku anak setelah diterpa pesan media TV. Jika tayangan TV menganjurkan orang agar memelihara lingkungan maka telah terjadi suatu pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak.
Menurut Roberts (1977), komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara kita dalam mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan, dan citra inilah yang memengaruhi cara kita berperilaku.[13] Realitas yang disajikan media adalah realitas yang sudah diseleksi. TV memilih hal-hal tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan hal-hal lain. Jika akhirnya anak dapat membentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas positif yang ditontonnya maka perilaku yang ditimbulkannya adalah perilaku positif. Misalnya, ketika anak mendengar dan melihat laporan dari TV bahwa bumi kita ini semakin panas dan terancam bakal tidak bisa lagi dihuni jika kita tidak merubah sikap seperti menebang dan mambakar hutan sembarangan maka muncullah gerakan-gerakan baik untuk dapat mencintai lingkungan dan bumi ini.
Semua sikap yang ditimbulkan seorang anak setelah menonoton tayangan TV bersumber pada organisasi kognitif – berhubungan dengan informasi dan pengetahuan yang dimiliki. Sikap anak selalu diarahkan pada objek tontonan. Hubungan anak dengan objek tontonan tersebut didasarkan pada informasi yang diterima tentang sifat-sifat objek tontonan atau sikap pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra anak tentang objek tersebut. Jika anak mengetahui bahwa membunuh itu melanggar norma susila maka ia akan bersikap positif untuk menghindar dari tindakan membunuh. Secara singkat, sikap ditentukan oleh citra dan citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber-sumber informasi yang paling penting dalam kehidupan modern adalah TV. Benar, TV tidak mengubah sikap dan perkembangan anak secara langsung. TV mengubah dulu citra, baru kemudian citra mendasari sikap.

3.2. Pengaruh Negatif TV terhadap Perkembangan Anak 
Selain pengaruh positif TV terhadap perkembangan anak sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat juga beberapa pengaruh negatif TV. Di bidang sosial, TV telah membentuk jaringan-jaringan interaksi yang baru terhadap perkembangan anak. Anak yang gemar menonton TV dapat saja mengabaikan interaksinya dengan orang lain di luar dirinya. TV telah menjadi sarana penghambat bagi anak untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain di sekitarnya. Anak-anak yang sering menonton TV, mengubah kebiasaan rutin mereka. Mereka menjadi lebih malas dan lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Kehadiran TV telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan aktivitas bermanfaat lainnya. Semuanya menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond[14] (1967) sebagaidisplacement effects (efek alihan), yang ia definisikan sebagai reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya TV; beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton TV.
Di lain pihak, TV juga kerap menyajikan adegan kekerasan. Hal ini bisa membentuk pemahaman anak dengan cenderung memandang dunia ini lebih keras, tidak aman, dan lebih mengerikan. Pikirannya dibentuk untuk memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendiri dapat berbahaya dan berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelaslah bahwa citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam tayangan TV.
Di bidang afektif, tidak jarang kita temukan anak-anak yang merasa sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara TV.  Dalam hal ini, situasi emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respon anak pada stimuli itu. Respon anak terhadap tayangan TV dipengaruhi oleh situasi emosionalnya. Film sedih akan sangat mengharukan anak atau adegan lucu akan menyebabkan anak tertawa terbahak-bahak. Berdasarkan alasan inilah, anak mungkin akan sangat kecewa ketika ia mengetahui bahwa pada akhir ceritera seorang pahlawan kalah oleh seorang penjahat. Skenario TV seperti ini akan memporak-porandakan skema kognitif anak yang terbentuk dari apa yang ditontonnya dalam tayangan TV.
Selain itu, TV dengan berbagai tayangannya dapat menyebabkan mentalitas easy going(‘semau gue’) dalam diri anak, memudarkan semangat kerja keras dan disiplin serta menyuburkan mentalitas instant atau remote TV. Mentalitas instant itu antara lain muncul dalam gejala seperti sikap injury time atau ‘tunggu pada saat terakhir baru mulai atau dikerjakan’. Sedangkan mentalitas remote TV terwujud dalam diri mereka yang tidak sabar, suka berpindah-pindah dari suatu hal ke hal lain, sehingga kurang tekun dan akibatnya tidak bersungguh-sungguh dalam usaha. Ada juga yang dinamakan mentalitas konsumeristis, di mana orang sadar atau tidak ‘dipaksa’ untuk mengkonsumsi dan mau memiliki apa saja, baik itu informasi ataupun barang-barang. Apa yang ditawarkan dalam iklan TV, lalu dicoba ditemukan di toko-toko. Anak kemudian berkembang menjadi semakin hedonistis, mencari kenikmatan pada apa saja yang ditawarkan.

IV. CATATAN AKHIR
Topik tentang perkembangan anak dan TV selalu menjadi topik yang tiada henti-hentinya dibicarakan. Hal itu menjadi sangat penting karena kehidupan dan mentalitas anak adalah gambaran dari wajah dunia pada masa yang akan datang, karena di pundak merekalah diletakkan segala harapan akan munculnya suatu kehidupan yang lebih baik di masa depan. Segala macam bentuk dukungan, perkembangan dan perubahan terus diarahkan untuk membentuk dan menciptakan generasai muda yang sehat baik secara fisik maupun psikis.
Kehadiran TV memang membawa banyak manfaat bagi perkembangan anak, terutama untuk memenuhi kebutuhan mereka akan informasi aktual, pendidikan, dan hiburan yang juga menunjang perkembangan mereka. Akan tetapi, pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana nilai-nilai sosial yang secara tradisional hidup dalam masyarakat dapat terus bertahan dan berdaya guna di tengah arus modernisasi budaya media dewasa ini? Tentu saja kita tidak dapat menutup mata bahwa di balik semua hal positif yang ditawarkan budaya media untuk anak-anak, terkandung pula begitu banyak dampak negatif seperti yang marak terjadi saat ini. Di mana-mana, sudah mulai terjadi begitu banyak penyimpangan yang dilakukan anak-anak. Penghargaan terhadap norma dan nilai-nilai luhur dalam masyarakat juga  sudah semakin menurun dalam pribadi generasi muda kita.
Oleh karena itu, tanggung jawab  untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas adalah tanggung jawab kita bersama. Orang tua harus menyadari bahwa pendidikan dasar yang memengaruhi kepribadian anak adalah pendidikan dalam keluarga. Keluarga menjadi lembaga dasar yang berperan paling besar dalam membina dan membentuk generasi penerus yang berkualitas. Setiap orang tua       hendaknya selalu memantau perkembangan anak-anak mereka dan tidak mudah menyetujui begitu saja segala macam permintaan mereka berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Lembaga pendidikan adalah sarana utama yang dapat diandalkan untuk membentuk generasi muda yang handal. Oleh karena itu, hendaknya pendidikan moral juga harus mendapatkan tempat yang layak di samping aspek pendidikan intelektual di bangku sekolah.Output setiap lembaga pendidikan hendaknya dapat mencapai keseimbangan dalam hal moral dan pengetahuan karena kunci untuk membentuk generasi penerus yang berkualitas adalah tercapainya keseimbangan antar kedua aspek ini. Oleh karena itu, para pendidik diharapkan supaya tidak henti-hentinya memberikan peringatan kepada anak-anak tentang sisi negatif globalisasi yang sedang dan terus berkembang cepat dewasa ini.

PUSTAKA ACUAN:
Jersild, Arthur T. Psikologi Anak 1. Bandung: Tarate, 1962.
Manu, Maksimus. “Psikologi Perkembangan”: diktat kuliah. Maumere: Ledalero, 2012.
MoeslichatoenPengembangan Kreativitas Anak. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya CV, 1985.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar