BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Paradigma Baru Pendidikan dalam
undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu
sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan
menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003
telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai
pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut juga merupakan
pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
Perubahan mendasar yang dicanangkan
dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi
dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi,
kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
Dengan demikian Peran serta
Masyarakat dalam pendidikan sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan peran yang
sudah ada dengan lebih terarah dan terencana dengan baik sehingga kepedulian
masyarakat terhadap pendidikan sangat tinggi dengan aktif berperan serta sesuai
dengan tata laksana yang benar. Pendidikan tanpa dukungan dan keikutsertaan
masyarakat dalam mensukseskannya akan menyebabkan malproduct dan hanya mengejar
status bukan keahlian dan mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Ada peran-peran
yang dapat diambil oleh masyarakat dalam menuangkan ide atau keinginannya dan
bagaimana sebenarnya pendidikan berbasis masyarakat dapat diimpelementasikan
serta apa peran pemerintah dan masyarakat dalam menyukseskannya.
Tentunya impelementasi pendidikan
berbasis masyarakat memiliki kendala yang sangat krusial untuk didiskusikan dan
sangat memerlukan problem solving. Kendala-kendala ini yang ditemukan di
masyarakat berdasar kepada penemuan beberapa ahli.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari pendidikan berbasis masyarakat ?
2.
Bagaimana
pendidikan
berbasis masyarakat dalam konteks pembelajaran ?
3.
Sebutkan
contoh
lembaga pendidikan berbasis masyarakat ?
4.
Bagaimana
konsep,
tujuan, implementasi dan kendala pendidikan berbasis masyarakat ?
5.
Bagaimana peran dan relasi pemerintah dan
masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian pendidikan berbasis masyarakat.
2.
Untuk
Mengetahui bagaimana pendidikan berbasis masyarakat dalam konteks
pembelajaran.
3.
Untuk mengetahui apa saja contoh dari lembaga
pendidikan berbasis masyarakat.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana konsep, tujuan, impementasi dan kendala
pendidikan berbasis masyarakat.
5.
Bagaimana peran dan relasi pemerintah dan
masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Pendidikan adalah hak bagi setiap insan,
pendidikan harus dapat memberikan suatu nilai lebih dalam masyarakat. Pendidikan seharusnya dapat dimaknai sebagai
ruang terbuka maksudnya semua orang harus mendapatkan haknya dalam hal
pendidikan. Adapun salah solusi dalam mendapatkan pendidikan yaitu dengan
diadakannya pendidikan secara nonformal bagi masyarakat. Hal ini merupakan
kunci bagaimana pendidikan berbasis masyarakat tersebut juga bisa diterapkan
tentunya dengan menyesuaikan kondisi pada masyarakat setempat.
Mark K. Smith
berpendapat bahwa Pendidikan berbasis masyarakat adalah suatu proses yang
didesain untuk memperkaya kehidupan individual atau kelompok dengan
mengikutsertakan orang-orang di dalam wilayah geografi, dan dapat berbagi
mengenai kepentingan umum.
Konsep Pendidikan
Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat,
dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat
dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan
menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta
bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut
adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki
daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan. Konsep
Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh
masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001).
B.
Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Konteks
Pembelajaran
Penulis melihat
bahwa PBM lebih berorientasi pada keterlibatan atau peran masyarakat dalam
pendidikan yang dikelolanya. Untuk
mengaitkannya dengan pembelajaran yakni dalam konteks teori pembelajaran, PBM
dapat mengakomodasi berbagai teori-teori pembelajaran. Teori kecerdasan majemuk
(multiple intteligence), belajar sosial (social learning), dan
sebagainya, dapat diterapkan dalam PBM.
Hal-hal yang
terkait dengan PBM dalam konteks pembelajaran adalah sebagai berikut
1.
Proses belajar terjadi secara spontan dan
alamiah,
2.
Belajar dengan melakukan (learning by doing)
dan belajar berbasis pengalaman (experience-based learning),
3.
Melibatkan aktivitas mental dan fisik,
4.
Belajar berbasis kompetensi (competence-based
learning)
5.
Pemecahan masalah (problem solving),
6.
Berlangsung dalam interaksi aktif dalam
lingkungan
7.
Aktualisasi diri,
8.
Menyenangkan dan mencerdaskan, dan
9.
Produktif.
Hal-hal tersebut di atas tidaklah mutlak
semuanya ada dalam PBM yang dikembangkan oleh masyarakat, karena masyarakat memiliki
kecenderungan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam upaya memberdayakannya
dirinya. Di satu sisi masyarakat mungkin mengembangkan PBM yang beorientasi
pada pengembangan kemampuan (skill), sementara di sisi lain masyarakat
juga mungkin mengembangkan pendidikan yang beorientasi pada pengembangan
intelektual dan moral.
C.
Beberapa Contoh Lembaga Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Ada beberapa
contoh yang dapat dijadikan model dalam konteks PBM yakni pesantren dan lembaga
kursus yang dikelola oleh masyarakat. Lembaga-lembaga ini merepresentasikan
model PBM. Lembaga-lembaga yang dimaksud akan diuraikan secara ringkas berikut
ini.
Pertama adalah
pesantren. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam Indoensia
merupakan bentuk nyata dari PBM. Dalam sistem dan lingkup pesantren segala
dilaksanakan dan diselengggrakan oleh semua pihak di pesantren tersebut. Kyai
sebagai sentral dalam pesantren merupakan representasi dari masyarakat yang
memiliki otoritas dan wewenang untuk mengatur segala hal dalam pesantrennya
bersama para pengurus (yayasan). Struktur yang ada dalam pesantren tidak
dibangun dari basis pemerintah melainkan dari kepentingan masyarakat itu
sendiri. Manajemen, kurikulum, pembiayaan, metode, dan sebagainya dikembangkan
sendiri oleh pesantren tanpa campur tangan dari pemerintah. Pemerintah dalam
hal ini hanya sebagai pengawas dan secara struktural membawahi pesantren.
Kedua,
selain pesantren, contoh PBM di sini adalah lembaga-lembaga kursus yang
diselenggarakan oleh masyarakat seperti kursus bahasa Inggris di daerah
kecamatan Pare kabupaten Kediri-Jawa Timur. Dalam lembaga-lembaga pendidikan
tersebut, semua penyelenggaraan mulai dari perencanaan hingga evaluasi, murni
merupakan inisiatif dari masyarakat (pemilik dan pengelola lembaga kursus).
D.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
PBM pada
dasarnya dikembangkan dan dilaksanakan dari masyarakat, oleh masyarakat dan
untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Melalui lembaga-lembaga PBM,
masyarakat berupaya untuk memperbaiki kehidupannya secara terus-menerus melalui
pemberdayaan dengan sarana pendidikan dan pelatihan. Dari sini kemudian
berkembang model-model atau bentuk PBM. Beberapa contoh dari lembaga PBM adalah
TKA/TPA, lembaga kursus yang dikelola masyarakat, pesantren, dan sebagainya.
Dalam PBM
masyarakatlah yang menjadi tuan atau pemilik di rumahnya sendiri. Pihak lain
dalam hal ini pemerintah hanya bisa menjadi mitra atau rekan yang berfungsi
untuk memfasilitasi, mendanai, atau mendampingi segala kegiatan yang ada
kaitannya dengan PBM, tanpa ada unsur memaksakan kepentingan.
PBM merupakan
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang dalam masyarakat untuk memperkaya
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup.PBM merupakan wujud dari demokratisasi pendidikan melalui
perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dan memberdayakan dirinya sendiri
melalui pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat. Pada aspek tertentu PBM
hanya dapat eksis dan berjalan dengan baik manakala suasana kehidupan yang
demokratis telah tumbuh dan berkembang dengan baik serta masyarakat mampu dan
memiliki kesadaran pentingnya pemberdayaan.
Dalam konteks
kepemilikan, PBM dianggap sebagai berbasis masyarakat jika segala hal yang
terkait di dalamnya berada di tangan masyarakat, seperti perencanaan hingga
pelaksanaan. Sebaliknya, jika semua penyelenggaraan pendidikan ditentukan
pemerintah maka disebut pendidikan berbasis pemerintah atau negara (state-based
education) atau jika semuanya ditentukan oleh sekolah maka disebut
pendidikan berbasis sekolah (school-based education). Dalam konteks
Indonesia, PBM menurut Nielsen merujuk pada pengertian yang beragam yaitu:
1.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan.
2.
Pengambilan keputusan yang berbasis sekolah.
3.
Pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta
atau yayasan.
4.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh
pusat pelatihan milik swasta.
5.
Pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh
pemerintah.
6.
Pusat kegiatan belajar masyarakat.
7.
Pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh
organisasi akar rumput seperti LSM dan pesantren.
Konsep
PBM menurut Umberto Sihombing adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat. atau pendidikan yang berada di masyarakat, untuk menjawab
kebutuhan belajar masyarakat, dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas
yang ada di masyarakat, dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada
setiap kegiatan belajar maupun bermasyarakat. Adapun definisi umum PBM adalah
pendidikan yang sebagian besar keputusan-keputusannya dibuat oleh masyarakat.
Jadi, PBM lebih banyak melibatkan peran masyarakat dari pada pemerintah.
E.
Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Tujuan PBM
biasanya mengarah pada isu-isu masyarakat seperti pelatihan karir, perhatian
terhadap lingkungan, pendidikan dasar, pendidikan keagamaan, penangan masalah
kesehatan, dan sebagainya. Tujuan PBM hakikatnya adalah pemberdayaan masyarakat
ke arah yang lebih baik demi terwujudnya masyarakat yang unggul dalam segala
bidang. Melalui PBM, masyarakat diberdayakan segala potensi dan kemampuan yang
dimilikinya. Pemberdayaan dan pendidikan ini berlangsung terus-menerus dan
seumur hidup (long life education).
Sementara
implikasi PBM terhadap masyarkat itu sendiri adalah
1.
Masyarakat diberdayakan,
2.
Masyarakat diberi peluang untuk mengembangkan
kemampuan, dan
3.
Masyarakat diberi kebebasan mendesain,
merencanakan, membiayai, mengelola, dan menilai diri.
Masyarakat
melalui PBM akan mampu mengembangkan potensi dan kemampuannya kearah perubahan.
PBM menjadi model dalam pemberdayaan masyarakat yang mengakomodasi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat.
F.
Peran dan Relasi Pemerintah dan Masyarakat
dalam Pendidikan Berbasis Masyarakat
Peran
pemerintah atau hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam PBM hendaknya
didasarkan pada hubungan kemitraan (partnership) artinya pemerintah
tidak lebih dari sekedar pelayan, fasilitator, pendamping, mitra, dan
penyandang dana bagi PBM. Dengan hubungan seperti ini pemerintah tidak
mendominasi, memonopoli, dan sebagainya atas lembaga pendidikan yang berbasis
masyarakat.
Peran
Pemerintah dalam PBM adalah
1.
sebagai pelayan masyarakat,
2.
sebagai fasilitator,
3.
sebagai pendamping,
4.
sebagai mitra, dan
5.
sebagai penyandang dana.
Sementara peran
masyarakat dalam PBM adalah
1.
sebagai perencana,
2.
sebagai pelaksana,
3.
sebagai pengambil kebijakan, dan
4.
sebagai evaluator.
Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai
program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini
lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan
kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi
saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena
itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai
semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi
masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan
tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para
penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung
jawab kepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara
pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada
Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh
Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman
Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk
mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan
akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti
diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di
sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup
generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini
jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa
bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan
kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Badan Pembantu Penyelenggaraan
Pendidikan (BP3) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan dengan nuansa dan paradigma
perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite Sekolah yang baru ini adalah
gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi Orang Tua Siswa dan BP3.
komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancaran penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan
dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mendayagunakan
kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya,
termasuk LSM-LSM yang memiliki concern di bidang pendidikan. Agar independensi
komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukkan
aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua
siswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin
juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada.
Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut
Sergiovanni dalam Sagala, (2004) adalah pengembangan kecintaan untuk belajar,
pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau
penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
G.
Implementasi pendidikan berbasis masyarakat
Lembaga Pendidikan
berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat
memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara nmengenai
bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
1. Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal
berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan
tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis
masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya
operasi.
3. Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal
berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa
pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana
H.
Kendala dalam Implementasi pendidikan berbasis
masyarakat.
Kendala dalam mengimplementasikan
Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 adalah:
1.
Sistem perencanaan,
pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari
atas ke bawah (top down).
2.
Kurangnya kepercayaan
pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3.
Sikap Birokrat yang
belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4.
Karakteristik kebutuhan
belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang
dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5.
Sikap masyarakat dan
juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada
hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6.
Budaya menunggu pada
sebagian besar masyarakat kita.
7.
Tokoh panutan, yaitu
tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku
seperti birokrat.
8.
Lembaga sosial
masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9.
Keterbatasan anggaran,
sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10.
Egoisme sektoral, yaitu
masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat
dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang
masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mark K. Smith berpendapat bahwa Pendidikan
berbasis masyarakat adalah suatu proses yang didesain untuk memperkaya
kehidupan individual atau kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang di dalam
wilayah geografi, dan dapat berbagi mengenai kepentingan umum. Penulis melihat
bahwa PBM lebih berorientasi pada keterlibatan atau peran masyarakat dalam
pendidikan yang dikelolanya. Ada beberapa contoh yang dapat dijadikan model
dalam konteks PBM yakni pesantren dan lembaga kursus yang dikelola oleh masyarakat.
Lembaga-lembaga ini merepresentasikan model PBM
PBM pada dasarnya dikembangkan dan dilaksanakan
dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
Melalui lembaga-lembaga PBM, masyarakat berupaya untuk memperbaiki kehidupannya
secara terus-menerus melalui pemberdayaan dengan sarana pendidikan dan
pelatihan. Tujuan PBM biasanya mengarah pada isu-isu masyarakat seperti
pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan dasar, pendidikan
keagamaan, penangan masalah kesehatan, dan sebagainya. Peran pemerintah atau
hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam PBM hendaknya didasarkan pada
hubungan kemitraan (partnership) artinya pemerintah tidak lebih dari
sekedar pelayan, fasilitator, pendamping, mitra, dan penyandang dana bagi PBM.
Lembaga Pendidikan
berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat
memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara
nmengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
B. Saran
Dengan dibuatnya
makalah ini diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik mampu untuk memahami
bagaiman konsep dan tujuan dari pendidikan berbasih masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://phairha.blogspot.co.id/2012/10/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
http://ichasulaiman.blogspot.co.id/2015/02/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar