Sabtu, 09 Januari 2016

Model pembelajaran tuntas


Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas
1. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.
Adapun langkah-langkahnya adalah :
  • mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),
  • membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
  • mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.
Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.
Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)
2. Peran Guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.
Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:
  • Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
  • Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
  • Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
  • Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
  • Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
  • Menggunakan teknik diagnostik
  • Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan
3. Peran Peserta didik
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.
4. Evaluasi
Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.
Asumsi dasarnya adalah:
  • bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
  • standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)
Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:
  • Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
  • Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
  • Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program pengayaan.
  • Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
  • Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.
Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan atau daerah.
Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.


makalah keterampilan menulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai siswa, selain ketiga keterampilan lain yaitu membaca,
menyimak dan berbicara. Pembelajaran menulis di SD diberikan melalui mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut pendapat Pelly (Haryadi dan Zamzani,
1996: 75), meskipun pembelajaran menulis telah disadari merupakan bagian
penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, namun pada
kenyataannya pembelajaran menulis kurang mendapat perhatian dari guru
maupun siswa. Pembelajaran menulis atau mengarang kurang ditangani secara
sungguh–sungguh, sehingga keterampilan menulis yang dimiliki siswa kurang
memadai.
Keterampilan menulis sangat penting untuk dikuasai peserta didik.
Keterampilan menulis akan banyak memberikan manfaat dalam kehidupan
yang serba maju sekarang ini. Menulis merupakan suatu kegiatan yang penting
untuk dapat menuangkan isi pikiran, gagasan atau pendapat, ide maupun 2
perasaan seseorang. Menurut Sabarti Akhadiah (1991: 111), kemampuan menulis didapatkan
bukan melalui warisan, tetapi didapatkan melalui proses belajar mengajar.
Keterampilan menulis dapat dimiliki oleh semua siswa jika mereka
mendapat bimbingan dan latihan menulis secara intensif.
Selain itu, peran guru juga sangat penting dalam melatih dan membimbing siswa menulis karangan
dengan baik. Perbaikan dan umpan balik dari guru juga sangat diperlukan agar
setiap kesalahan maupun kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi, sehingga
keterampilan menulis karangan siswa dapat meningkat. Seorang guru
seharusnya mampu merangsang daya pikir dan kreatifitas peserta didik dalam
mengekspresikan perasaan dan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis.
Dari paparan diatas, sudah terlihat jelas bahwa diharapkan kita sebagai seorang guru wajib memiliki keterampilan menulis, agar kelak dapat memberikan pengetahuan tentang keterampilan menulis yang baik kepada peserta didik. Dengan demikian, makalah ini disusun dengan tujuan agar kita lebih memahami materi mengenai keterampilan menulis dan dapat mengaplikasikannya didalam kehidupan nyata.

1.2  Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan menulis?
2.     Bagaimana tahapan yang baik dalam penulisan?
3.     Bagaimana langkah-langkah menulis efektif?
4.     Apa saja faktor penghambat keterampilan menulis?
5.     Apa saja jenis-jenis tulisan?

1.3  Tujuan Penulisan
1.     Agar kita lebih memahami materi mengenai keterampilan menulis.
2.     Agar kita mampu menyusun sebuah tulisan dengan baik dan benar.
3.     Agar kita mampu menangani hambatan ketika akan menyusun suatu tulisan.
4.     Agar kita dapat membedakan jenis-jenis tulisan yang ada.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Menulis
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga oranglain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut (Tarigan, 1989:15). Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung.
Menulis merupakan representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Menulis berbeda dengan melukis. Menggambar atau melukis huruf-huruf tidak berarti menulis karena dalam melukis, pelukis hanya menyalin huruf-huruf atau menyusun naskah-naskah dalam huruf tertentu untuk dicetak serta pelukis sendiri belum tentu memahami bahasa yang dilukiskan beserta representasinya.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah proses mengutarakan pikiran, perasaan, penginderaan, khayalan, kemauan, keyakinan, dan pengalaman yang disusun dengan lambing-lambang grafik secara tertulis untuk tujuan komunikasi.

2.2 Fungsi Menulis
            Fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Pendidikan sangat memerlukan tulisan sebagai hasil menulis karena menulis dapat berperan untuk mempermudah para pelajar berpikir kritis, merasakan dan menikmati hubungan-hubungan bahasa, memperdalam daya tangkap, memecahkan persoalan yang dihadapi dan memperjelas pikiran-pikiran. Penulis yang baik akan menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir logis guna mencapai tujuan dari tulisan.
            Akhadiah (1999:1) mengungkapkan kegunaan menulis, yakni sebagai berikut:
1.     Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya;
2.     Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan;
3.     Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topic yang ditulis;
4.     Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkan secara tersurat;
5.     Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif;
6.     Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain;
7.     Dengan kegiatan penulis yang terencanakan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.
Dari pendapat Sabarti Akhdiah di atas dapat dilihat begitu banyak kegunaan yang didapat oleh seseorang yang mau menulis. Selain kegunaan menulis ada pula manfaat menulis yang disampaikan oleh Ardiana, dkk (2002:8) dalam modul Menulis IND A.04. Secara umum, dengan menulis seseorang akan melakukan hal-hal berikut ini.
1.     Berusaha mencari sumber tentang topik yang akan ditulis. Hal ini dapat memperluas wawasan penulis;
2.     Berusaha belajar, berpikir, dan menalar tentang sesuatu. Penulis berusaha menjaring informasi, menghubung-hubungkan, dan menarik kesimpulan;
3.     Berusaha menyusun gagasan secara tertib dan sistematis;
4.     Menulis memaksa penulis belajar secara aktif;
5.     Menulis yang terencana akan membiasakan penulis berpikir secara tertib dan sistematis.
Kegiatan menulis lebih menunjukkan fungsi atau peranan intern penulis. Oleh sebab itu, kegiatan ini menjadi suatu keterampilan yang harus dilatihkan kepada seseorang. Dalam hal ini, Maugham (dalam Kartamiharja, 1971:16) berpendapat bahwa minat seseorang dapat dikembangkan menjadi suatu keterampilan dalam menulis (terutama menulis sastra) apabila dilatih dengan cara, yakni sebagai berikut.
1.     Rajin membaca;
2.     Berlatih terus menerus. Dalam hal ini, berlatih berlatih menangkap informasi, berpikir dan menulis;
3.     Rajin mengisi buku harian dengan penuh disiplin;
4.     Merantau jauh untuk melihat objek yang lebih luas untuk dijadikan objek tulisan;
5.     Berlaku jujur dalam melukiskan suatu cerita yang benar;
6.     Membiasakan diri setiap hari menuliskan sesuatu sehingga tumbuh minat dan merasa kekurangan dalam hidup kalau belum menulis.

2.3 Tahap-tahap menulis
            Untuk mengorganisasikan kata menjadi kalimt yang baik diperlukan keterampilan menyusun kalimat. Untuk mengorganisasikan kalimat-kalimat menjadi paragraf, diperlukan keterampilan menyusun paragraf. Sementara, untuk mengorganisasikan paragraf-paragraf menjadi sebuah karangan diperlukan keterampilan menulis. Dalam menyusun tulisan diperlukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.     Tahap Pra Penulisan
Tahap pra penulisan merupan tahap persiapan sebelum menulis. Dalam tahap ini langkah yang ditempuh, sebagai berikut:
a.      Menentukan topik
b.     Membatasi topik
c.      Menentukan tujuan
d.     Membuat kerangka tulisan
e.      Menentukan bahan

2.     Tahap Penulisan
Tahap penulisan merupakan bahasan setiap butir topik yang terdapat dalam kerangka karangan. Dalam kerangka karangan masih diperlukan penjelasan-penjelasan yang lebih terperinci sehingga pembaca dapat memahami maksud tulisan yang disampaikan. Dalam penulisan, karangan sangat diperlukan pilihan kata yang tepat, cermat, dan lugas, sehingga dalam tahan penulisan ini, penulis harus dapat mencurahkan seluruh penguasaan kosakata yang dimilikinya. Tulisan yang baik adalah tulisan yang tidak lepas dari kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku. Oleh Karena itu karangan harus ditulis dengan ejaan yang tepat, dan sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.

3.     Tahap Revisi
Menyelesaikan tulisan bukan berarti telah selesai melaksanakan kegiatan penulisan. Penulis masih perlu membaca kembali tulisan yang telah dibuat. Kegiatan membaca kembali ini untuk melihat secara teliti bagian-bagian yang perlu mendapat perbaikan, terutama dalam penggunaan ejaan, tanda baca, pilihan kata, paragraf, logika kalimat, sistematika tulisan, pengetikan, dsb. Selain itu, penulis juga perlu melihat kembali, apakah masih ada kekurangan dalam teori, analisis, atau penggunaan kalimat dan paragraf.

2.4 Kiat Menulis Efektif
            Seperti yang sudah diungkap di atas bahwa kemampuan menulis melibatkan beberapa kemampuan sekaligus. Kita harus memiliki pengetahuan apa yang akan ditulis. Kita juga harus memiliki pengetahuan bagaimana menulis. Pengetahuan pertama berkaitan dengan isi tulisan, sedangkan yang kedua berkaitan dengan aspek kebahasaan dan teknik penulisan. Proses awal berlatih menulis dapat dilakukan dengan membebaskan kepada kaidah. Seorang penulis harus lebih mengutamakan konsentrasi terhadap apa yang akan ditulis. Dengan demikian penulis akan berlatih menyalurkan ide secara bebas tanpa dibebani oleh kaidah kebahasaan yang mungkin dapat menghambat proses penulisan. Proses berlatih menyalurkan ide secara tertulis ini menjadi kunci utama. Hal ini, dapat membantu seseorang untuk membiasakan diri menulis.
            Setelah penulis terbiasa mengeluarkan gagsannya kedalam bentuk tulisan, barulah diperkenalkan dengan kaidah kebahasaan. Gagasan yang baik menjadi efektif bila disajikan dengan bahasa yang baik dan benar. Tentu saja seorang penulis berkeinginan agar tulisan yang dihasilkannya itu efektif. Untuk itu penulis perlu menguasai beberapa masalah kebahasaan yang berhubungan dengan penulisan.
1.     Pilihan kata
2.     Struktur kalimat;
a.      Kesatuan dan kepaduan
b.     Kesejajaran
c.      Kehematan
d.     Kevariasian
e.      keterpentingan
3.     Penerapan ejaan yang disempurnakan

2.5 Faktor Penghambat Keterampilan Menulis
            Menurut Tarigan (1995:3) sebagai berikut :
1.     Sikap sebagian besar masyarakat terhadap bahasa Indonesia belum menggembirakan, mereka tidak merasa malu bila memakai bahasa Indonesia itu secara salah.
2.     Kesibukan guru bahasa Indonesia diluar jam kerjanya menyebabkan mereka tidak sempat lagi memikirkan bagaimana cara pelaksanaan mengarang yang menarik dan efektif.
3.     Sebagai akibat dari poin 2 maka metode dan teknik pengajaran mengarang kurang bervariasi serta mungkin sekali hasil karangan siswa yang ada pun tidak sempat di koreksi.
4.     Bagi siswa sendiri pengajaran mengarang dirasakan sebagai beban belaka dan kurang menarik.
5.     Latihan mengarang sangat kurang dilakukan oleh siswa.

2.6 Jenis-jenis Tulisan
            1. Ditinjau dari teknik pemaparan penulisan
Menurut Keraf (1984:198) jenis tulisan dibagi atas 5 jenis yaitu :
1.     Narasi
2.     Eksposisi
3.     Deskripsi
4.     Argumentasi
5.     Pesuasi
      2. Ditinjau dari keilmiahan karangan
Ditinjau dari keilmiahannya, karangan dapat dibagi atas dua jenis yaitu karangan fiksi dan nonfiksi. Karangan fiksi adalah karangan yang didalamnya terdapat unsur khayal atau imajinasi pengarang. Dapat terjadi dari peristiwa yang sebenarnya atau peristiwa hasil rekaan mengarang saja.
Merencanakan tulisan fiksi :
Proses Imajinatif dirangkai menjadi sebuah sinopsis. Setelah sebuah sinopsis terwujud, lalu si penulis dapat meramunya menjadi sebuah cerita pendek, novel, atau babak drama.
Karangan nonfiksi adalah yang berupa nyata dan fakta. Jadi tidak ada unsur imajinasi pengarang.
Merencanakan tulisan nonfiksi :
1. Pemilihan topik
2. Perumusan Tujuan
Contoh perumusan tujuan
topik  : Hubungan konsep diri fisik dengan prestasi belajar.
tujuan: melalui tulisan yang bersifat argumentatif, penulis bermaksud menjelaskan hubungan antara konsep diri fisik dengan prestasi belajar, serta perlunya bimbingan mengenai konsep diri bagi para siswa yang sedang berada pada masa puber.
Lebih spesifik lagi disebut karangan ilmiah dan non ilmiah. Selain itu dapat pula digolongkan menjadi karangan ilmiah, karangan popular, karangan ilmiah popular, surat menyurat dan karangan sastra.

2.7 A. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
      Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafolegi, struktur berbahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis tidak akan dating secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktir yang banyak dan teratur. Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
B. Menulis Sebagai Suatu Cara Berkomunikasi
            Secara luas dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan yang pasti terjadi sewaktu-waktu bila manusia atau binatang-binatang ingin berkenalan dan berhubungan satu sama lain. Seperti hewan-hewan lainnya, maka manusia berkomunikasi melalui gerak gerik reflex yang sederhana dan bunyi-bunyi yang tidak berupa bahasa. Akan tetapi hanya manusia sajalah yang telah mengembangkan bahasa (Webb,1975:26) proses komunikasi berlangsung melalui tiga media: visual atau non verbal, oral atau lisan, written atau tulis. Para peneliti biasanya meminta perhatian akan adanya 4 jenis aspek proses komunikasi yaitu:
1.     Communicator
2.     Message
3.     Channel
4.     Audience
Kemajuan bagi suatu bangsa dan Negara diukur dari maju atau tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut. Maju atau tidaknya komunikasi tulis dapat dilihat dan diukur dari kualitas dan kuantitas hasil percetakan yang terdapat dinegara tersebut, antara lain meliputi penerbitan-penerbitan: surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, dan buku-buku. Tulisan dipergunakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, melaporkan serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut bias tercapai dengan baik oleh orang-orang (para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas (mudah dipahami). Kejelasan tersebut bergantung pada pikiran, susunan organisasi, penggunaan kata-kata, dan struktur kalimat yang cerah (Morsey,1976:132).





















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif.
Jenis-jenis menulis :
1.     Narasi
2.     Eksposisi
3.     Deskripsi
4.     Argumentasi
5.     Persuasi
Fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Pendidikan sangat memerlukan tulisan sebagai hasil menulis karena menulis dapat berperan untuk mempermudah para pelajar berpikir kritis, merasakan dan menikmati hubungan-hubungan bahasa, memperdalam daya tangkap, memecahkan persoalan yang dihadapi dan memperjelas pikiran-pikiran. Penulis yang baik akan menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir logis guna mencapai tujuan dari tulisan.








DAFTAR PUSTAKA

Hasani, Aceng. 2013. Ihwal Menulis. Yogyakarta: Framepublishing
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.



Makalah anak tunaganda

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Menurut Magunsong, dkk. (1998), anak tunaganda atau majemuk adalah anak yang menderita kombinasi atau gabungan dari dua atau lebih kelainan atau kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi,dan sosial, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan, psikologis, medis, sosial, vokasional melebihi pelayanan yang sudah tersedia bagi anak yang berkelainan tunggal
Sesuai dengan makna istilah tunaganda kelompok penyandang keluarbiasaan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaaan misalnya, penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu dan tunagrahita sekaligus tentu dapat dibayangkan betapa besarnya keluarbiasaan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan pendidikan yang seyogyanya disiapkan. Oleh karena kondisi tunaganda yang seperti itu, kemungkinan mereka berada di SD biasa tentu sangat kecil. Namun, sebagai guru, pengetahuan anda tenta anak tunaganda memperluas wawasan anda tentang keluarbiasaan. Sekolah luar biasa untuk penyandang tunaganda disebut sebagai SLB-G.

1.2    Rumusan Masalah
1.   Apa  pengertian dari tunaganda ?
2.   Apa pengertian dan karakteristik dari tunagrahita ?
3.   Apa pengertian dan klasifikasi dari tunarungu ?

1.3    Tujuan
1.   Untuk mengetahui pengertian tunaganda.
2.   Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik dari anak tunagrahita.
3.   Untuk mengetahui pengertian dan klasifikasi dari anak tunarungu.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tunaganda dan Dampaknya
Sesuai dengan makna istilah tuna ganda kelompok penyandang keluarbiasaan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaaan misalnya, penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu dan tunagrahita sekaligus tentu dapat dibayangkan betapa besarnya keluarbiasaan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan pendidikan yang seyogyanya disiapkan.
1.   Dampak keluarbiasaan bagi anak bagi ALB
Dampak bagi anak tunaganda, dampak ini merupakan gabungan dari keluarbiasaan lebih dari satu aspek. Seperti dampak tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi ditambah anak turagrahita akan dalam banyak hal termasuk dalam megembangkan keterampilan hidup sehari-hari atau menolong diri sendiri.
2.   Dampak keluarbiasaan bagi keluarga
Ada orang tua yang sangat pasrah menerima kenyataan yang dihadapi , namun tidak jarang yang merasa sangat terpukul, dan tentu saja ada yang sangat tidak peduli. Reaksi/ sikap keluarga terhadap keuarbiasaan yang menimpa salah satu anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, tingkat pendidikan latar belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan tingkat keluarbiasaanya.
3.   Dampak keluarbiasaan bagi masyarakat
Sikap masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang sosial budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang bersimpati bahkan ikut membantu menyediakan berbagai fasilitas, ada yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak jaang ada yang bersikap antipasti sehingga melarang anaknya bergaul attau berteman dengan ALB (terutama yang dibawah normal)


2.2 Anak Tunagrahita
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama: lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa. Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
  
A. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga dengan anak tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya, pengelompokkan anak tunagrahita sangat diperlukan. Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.
1.     Tunagrahita Ringan (Debil)
Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
2.     Tunagrahita Sedang atau Imbesil
Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD Umum.
3.     Tunagrahita Berat atau Idiot
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.

B. Sebab-Sebab Ketunaan
Menurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi:
-        Prenatal (sebelum lahir)
Yaitu terjadi pada waktu bayi masih ada dalam kandungan, penyebabnya seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan gizi, pemakai obat-obatan (naza) dan juga perokok berat.
-        Natal (waktu lahir)
Proses melahirkan yang sudah, terlalu lama, dapat mengakibatkan kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil. Dapat menyebabkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia), juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu (penjepit, tang).
-        Pos Natal (sesudah lahir)
Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar, demam tinggi yang disertai kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak (meningitis) dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).

C. Karakteristik Anak Tunagrahita
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
Fisik (Penampilan)
Ø  Hampir sama dengan anak normal
Ø  Kematangan motorik lambat
Ø  Koordinasi gerak kurang
Ø  Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
Intelektual
Ø  Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Ø  Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
Ø  Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
Ø  Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.

Sosial dan Emosi
Ø  Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Ø  Suka menyendiri
Ø  Mudah dipengaruhi
Ø  Kurang dinamis
Ø  Kurang pertimbangan/kontrol diri
Ø  Kurang konsentrasi
Ø  Mudah dipengaruhi
Ø  Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.

D. Pendidikan Anak Tunagrahita
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita dibedakan menjadi :
SLB – C untuk Tunagrahita ringan
SLB – C1 untuk Tunagrahita sedang
Untuk Tunagrahita berat biasanya berbentuk panti plus asramanya.

E. Jenis layanan bagi annak tunagrahita
  1. Tempat dan system layanan
Tempat pendidikan anak tunagrahita dikelompokkan sebagai berikut
a.      Tempat khusus atau system segregasi
1.     Sekolah khusus
Sekolah khusus untuk anak  tunagarhita disebut sekolah luar biasa C (SLB-C) dan sekolah pendidikan luar biasa C ( SPLB-C). Murid yang ditampung ditempat ini khusus satu jenis kelainan atau ada juga khusus melihat berat dan ringannya kelianan, seperti sekolah untuk tunagrahita ringan.
2.     Sekolah dasar luar biasa (SDLB )
Berbeda dengan SDLB yang ada dilingkup SLB. SDLB disini berdiri sendiri dan hanya menampung anak tunagrahita usia sekolah dasar.
3.     Kelas jauh
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk jauh dari sekolah induk karena di daerah tesebut banyak anak luar biasa
4.     Guru kunjung
Diantara anak tunagrahita terdapat yang mengalami kealianan berat sehingga tidak memungkinkan untuk berkununjung kesekolah khusus.
5.     Lembaga perawatan ( institusi khusus )
Disediakan khusus anak tunagrahita yang tergolong berat dan sangat berat.
b.     Disekolah umum dengan system itegrasi ( terpadu )
1.     Dikelas biasa tanpa  kekhususan baik bahan pelajaran maupun guru
2.     Dikelas biasa dengan guru konsultan.
3.     Dikelas biasa dengan guru kunjung.
4.     Dikelas biasa dengan ruang sumber.
5.     Dikelas khusus sebagian waktu
6.     Kelas khusus.
2. Strategi dan media
a. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita:
1. Strategi pengajaran yang individualisasikan
    Pengajaran individualisasikan diberikan kepada setiap murid meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama tetapi pedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
2. Strategi kooperatif
     Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja dimana mereka yang lebih pandai membantu temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana dalam kekeluargaan dan keakraban.
3. Strategi modifikasi tingkah laku
   Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang, kebawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.
b. Media 
      Alat-alat khusus yang digunakan untuk media pembelajaran anak tunagrahita diantaranya latihan kematangan, motorik berupa form board puzzle, latihan kematangan indera seperti latihan perabaan, penciuman; alat-alat untuk ngurus diri sendiri seperti latihan memasang kancing memasang resleting, alat konsentrasi seperti papan keseimbangan, alat latihan membaca berhitung dan lain-lain.
3. Evaluasi
         Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a.        Waktu mengadakan evaluasi
Evaluasi belajar anak tunagrahita tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada waktu yang telah ditetapkan, tetapi tidak kalah pentingnya evaluasi selama proses belajar berlangsung.
b.        Alat evaluasi
Sama halnya dengan alat evaluasi yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda.
c.      Kriteria keberhasilan
Keberhasilan belajar anak tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya tapi dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari waktu ke waktu.
d.     Pencatatan hasil evaluasi
Pencatatan evaluasi yang digunakan untuk anak tunagrahita menggunakan bentuk kuantitatif ditambah dengan kualitatif.

2.3 Pengertian Dan Klasifikasi Tunarungu
Pengertian anak tunarungu Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga mengalami Gangguan berkomunikasi secara verbal. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak-anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali, mereka berisyarat.
Tuna Rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar. Heward & Orlansky memberikan batasan ketunarunguan sebagai berikut : Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar. Kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang kehilangan pendengarannya secara nyata yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus, baik tuli maupun kurang mendengar dikatakan sebagai ganggunan pendengaran (hearing impaired). Dari berbagai batasan yang dikemukakan oleh beberapa pakar ketunarunguan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan khsusus.

A. Karakteristik Tunarungu
Secara fisik anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau tidak berbicara sama sekali, mereka hanya menggunakan isyarat. Dari ketidakmampuan anak tunarungu berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tunarungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang menggundang simpati. Batasan ketunarunguan tidak saja terbatas pada kehilangan pendengaran yang sangat berat, melainkan mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat ringan, sedang, berat sampai sangat berat.
Menurut Moores, definisi ketunarunguaan ada dua kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu dengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu dengar. Heward dan Orlansky memberikan batasan ketunarunguan sebagai berikut:  tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang yang menerima ransangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kodisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud dalam  kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa ataupun dengan alat bantu dengar.
Kurang dengar (hear of hearing) adalah seseorang kehilangan pendengarannya secara nyata yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus, baik tuli maupau kurang mendengar dikatakan sebagai gangguan pendengaran (hearing impaired).
Dari batasan yang dikemukakan oleh pakar ketunarunguaan, maka dapat disimpulkan bahwa ketunarunguaan adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu dengar tetap memerlukan palayanan khusus.
Dari definisi diatas dapat dijabarkan karakteristik anak tunarungu atau anak dengan hendaya pendengaran sebagai berikut:
1)  Tidak mampu mendengar.
2)  Terlambat dalam perkembangan bahasa.
3)  Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
4)  Kurang atau tidak tanggap dalam berbicara atau diajak berbicara.
5)  Ucapan kata yang tidak jelas.
6)  Kualitas suara yang dikeluarkan aneh atau monoton.
7)  Sering memiringkan kepala dalm usaha mendengar.
8)  Banyak perhatian terhadap getaran.
9)  Keluar nanah dari kedua telinga.
10) Terdapat kelainan organis telinga.

Kognisi anak tunarungu antara lain adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar.
2) Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.
3) Daya ingat jangka pendek anak tunarungu lebih rendah dari pada anak mendengar terutama pada informasi yang bersifat suksesif/berurutan.
4) Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.
5) Daya ingat jangka panjang hampir tak ada perbedaan, walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah

B. Klasifikasi Tunarungu
Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu tingkat kehilangan pendengaran, saat terjadinya ketunarunguan, letak gangguan pendengaran secara anatomis dan etiologi.
1.     Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sbg berikut.
a.      Tunarungu ringan
Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan pendengaran antara 27-40 dB. Ia sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis.
b.     Tunarungu sedang
Siswa yang tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55 dB. Ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
c.      Tunarungu agak berat (moderately severe hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu agak berat mengalami kehilangan pendengaran antara 56-70 dB. Ia hanya dapt mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu menggunakan hearing aid. Kepada siswa tersebut perlu diberikan latihanpendengaran serta latihan untuk mengembangkankemampuan bicara dan bahasanya.
d.     Tunarungu berat (severe hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarugu berat mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB. Sehingga ia hanya dapat mendengar suara-suara yng keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya.
e.      Tunarungu berat sekali (profound hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) dari pada melalui pola suara. Ia juuga lebih mengandalkan peglihatannya dari pada pendengarannya dalam berkomunikasi, yaitu melalui penggunaaan bahasa isyarat dan membaca ujran.        
C. Penyebab terjadinya Tunarungu
         1. Penyebab terjdinya tunarungu tipe konduktif
a. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan, antara lain oleh hal-hal berikut:
                   1. Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (traesia  meaus akustikus externus)
                   2. Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa)
  b. Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut :
1. Ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh, tabrakan, tertusuk yang mengakibatkan perforasi membrane timpani (pecahnya selaput gendang dengar) dan lepasnya rangkaian tulang pendengaran.
2. Terjadinya peradangan / infeksi pada telinga tengah 9otitis media)
3. Otosclerosis, yaitu terjaadinya pertumbuhan tulangpada kaki tulang stapes, yang mengakibatkan tulang tersebut tidak dapat  diteruskan ketelinga sebagai mana mestinya.
4. Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium atau zat kapur pada gendang dengar (membran timfani) dan tulang pendengaran sehingga organ tersebut tidak dapat mengantarkan getaran ke telinga dalam dengan baik untuk di ubah menjadi kesan suara. Gangguan ini biasanya terjadi pada orang yang sudah lanjut usia.
5. Anomaly congenitaldari dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir tetapi gangguan pendengarannya tidak bersifat progresif.
6. Difsungsi tuba eustachius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2. Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural
Tunarungu tipe sensorineural, dapat disebabkan oleh faktor genetic (keturunan) dan nongenetik. Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sbg berikut.
a.      Ketunarunguan disebabkan oleh faktor genetic (keturunan), maksudnya bahwa ketunarunguan tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anaknya.
b.     Penyebab ketunarunguan faktor nongenetik, antara lain sbg berikut:
1.     Rubella campak jerman, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis.
2.     Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak
3.     Meningitis yaitu radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui system sel-sel udara pada telinga tengah.
4.     Trauma akustik, yang disebabkan oleh adanya suara bising dalam waktu yang lama (misalnya suara mesin di pabrik).

      D. Layanan Bagi Anak Tunarungu
            1. Jenis Layanan
            a. Layanan umum
                        Layanan umum mrupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan.
  b. Layanan khusus
1.    Layanan bina bicara
     Layanan bina bicara merupakan upaya untuk meningkatkan kemempuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata, agar dapat dimengerti atau diintervretasikan oleh orang yang mengajak atau diajak bicara. 
2.        Layanan bina persepsi bunyi dan irama
        Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.

2. Tempat/system layanan
a.      Tempat khusus/system segregasi
1.     Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut sekolh luar biasa bagian b atau (SLB-B).
2.     Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan.
3.     Kelas jauh atau kelas kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau yng disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB-B/SDLB.
b.     Disekolah umum/integrasi
1.     Bentuk kelas biasa.
2.     Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus.
3.     Bentuk kelas khusus.

3. Metode Komunikasi
     a. Metode oral adalah metode komunikasi dengn cara yang lazim digunakan oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
b. Metode membaca wejaran, dapat dikatakan sebagai intervretasi visual terhadap si pembicara.
c. Metode manual (syarat) yaitu metode komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari (finger spending).
d. Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan terciptnya iklim komunikasi yang harmonis dengan menerapkan berbagai metode dan media komunikasi.

4. Strategi dan media pembelajaran
a. Strategi pembelajaran
1. Strategi individualisasi
2. Strategi kooperatif
3. Strategi modifikasi
b. Media pembelajaran
    1. Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran anak tunarungu, antara lain berupa gambar, grafis (grafik, bagan, diagram, dsb). Realita atau objek nyata dari suatu benda (mata uang, tumbuhan dll).
2. Media Audio, seperti program kaset suara yang dapat dipergunakan dalam latihan pendengaran.
                     3. Media Audio-visual seperti program video atau televisi instruksional.

5. Evaluasi  
a. Berkesinambungan
b. Menyeluruh
c. Objektif
d. Pedagogis





BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini di landasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat di pisahkan suatu komunitas meskipun idealnya dalam sebuah institusi sekolah yang menggunakan konsep pendidikan ingklusi seharusnya dari beberapa jenis anak berkebutuhan di atas bisa di tangani atau di beri pelayanan seluruhnya namun dalam makalah ini akan lebih di titik beratkan terhadap pemberian pelayanan pendidikan yang baik bagi anak tunagrahita di sekolah inklusi hari ini di sebut dapat di lakukan melalui modivikasi beberapa jenis model pembelajaran yang bisa di terapkan di sekolah inklusi.




DAFTAR PUSTAKA

Wardani I.G.A.K, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka